ETIKA CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Kesalahan ada pada orang yang menyalahkan.
Ruh melihat tidak perlu ada yang dikritik.
Kawan-kawan menjadi musuh karena kita melihat mereka sebagai terpisah dari kita.
Namun, dalam kenyataannya, kita bertengkar dengan diri kita sendiri.
Meskipun engkau tidak mempunyai kesalahan yang sama dengan orang yang engkau kritisi, mungkin engkau akan membangun kesalahan itu dalam hidupmu kelak.
Pikirkanlah hal itu!
Dunia adalah sebuah gunung dan perbuatan kita adalah teriakan-teriakan
yang bergema kembali kepada kita.
[Jalalaludin Rumi]

Sedulurku tercinta, sudah seyogianya aku permaklumkan bahwa setiap penganut salah satu kitab, yang olehnya dianggap sebagai kitab dari Tuhan, hendaknya menerangkan dan mengedepankan tiap-tiap masalah dengan mengambil keterangan-keterangan dari kitab itu juga dan dalam memelihara lingkup hak pembelaannya ia tidak memperluas jangkauannya demikian jauh, sehingga ia seakan-akan mengarang suatu kitab baru. Upaya ini sebagai ekspresi berbagi cahaya Cinta dengan sesama tanpa batas melalui cara menguraikan keindahan-keindahan keberagamaanku sebagai seorang muslim, yang berdasar pada Kitab Suci Al-Qur'anul Karim, serta akan menyuguhkan kesempurnaan-kesempurnaannya dengan cara menulis segala uraianku sesuai dengan acuan atau penjelasan atau kutipan dari ayat-ayatnya sehingga di tengah puing peradaban sekalipun bisa bersama diciptakan Taman Kebahagiaan di Bumi ini, kalau ingin tahu wujudnya adalah kerukunan dan kebersamaan itu, teriring do'a: semoga Dia berkenan membantuku dalam usaha ini, amin yaa Rabbal'alamin.

Sedulurku tercinta, perlu disadari bahwa manusia itu punya tiga macam keadaan [pembawaan alami, akhlaki dan rohani], bagai tiga mata air yang daripadanya memancar keadaan-keadaan itu secara terpisah.

Seorang manusia adalah sebuah belantara.
Waspadalah bila engkau berasal dari Nafas Ilahi.
Ada ratusan dan ribuan serigala dan babi liar tengah menanti di sana.
Hutan ini penuh dengan setan dan peri.
[Jalaludin Rumi]

Keadaan Pertama: Nafs Ammarah.
Sumber perdana yang merupakan pangkal dan daripadanya timbul semua keadaan pembawaan alami [thabi'i] manusia, yang menurut panduan Cinta [Al-Qur'anul Karim] sebagaimana difirmankanNya dalam Surah Yusuf ayat 54, di mana ciri khas nafs ammarah bahwa ia membawa manusia kepada keburukan yang bertentangan dengan kesempurnaannya serta bertolak belakang dari keadaan akhlaknya dan ia menginginkan manusia supaya berjalan pada jalan yang tidak baik dan buruk itu.

Jadinya, melangkahnya manusia ke arah pelanggaran dan keburukan adalah suatu keadaan yang secara alami menguasai dirinya, sebelum ia mencapai keadaan akhlaki. Sebelum manusia melangkah dengan dinaungi oleh akal dan makrifat [pengetahuan], keadaan ini dinamai keadaan thabi'i [pembawaan alami]. Bahkan seperti halnya hewan-hewan berkaki empat, di dalam kebiasaan mereka makan-minum, bangun tidur, menunjukkan emosi dan naik darah, dan begitu juga kebiasaan-kebiasaan lainnya, manusia ikut kepada dorongan thabi'inya itu. Dan manakala manusia tunduk kepada akal dan makrifat serta memperhatikan timbang rasa, maka saat itu keadaan tersebut tidak lagi dinamakan keadaan-keadaan thabi'i, melainkan saat itu keadaan-keadaan ini disebut keadaan-keadaan akhlaki.

Bergeraklah seperti embrio,
Kembangkan panca indra yang dapat melihat Cahaya.
Matangkan dalam dunia-rahim ini,
dan persiapkan untuk kelahiran keduamu
dari dunia menuju ketakterhinggaan.
[Jalalaludin Rumi]

Keadaan kedua: Nafs Lawwamah.
Inilah keadaan akhlaki, sebagaimana firmanNya dalam Surah Al-Qiyamah ayat 3, di mana Aku [Allah] bersumpah dengan nafs [jiwa] yang menyesali dirinya sendiri atas perbuatan buruk dan setiap pelanggarannya. Nafs lawwamah ini merupakan sumber kedua bagi keadaan-keadaan manusia yang daripadanya timbul keadaan akhlaki, dan sesampainya ke martabat itu manusia terlepas dari keadaan yang menyerupai keadaan hewan-hewan lainnya. Jadi, dengan meningkatnya dari keadaan nafs ammarah kepada keadaan nafs lawwamah, yang merupakan kemajuan, ia layak menerima penghormatan di sisi Allah.

Dinamai lawwamah karena dia mencela manusia atas keburukannya dan tidak senang kalau manusia bertingkah-laku sewenang-wenang dalam memenuhi keinginan-keinginan thabi'inya dan menjalani hidup seperti hewan-hewan berkaki empat. Bahkan ia menghendaki supaya manusia menghayati keadaan-keadaan yang baik serta memiliki budi pekerti luhur, dan dalam usaha memenuhi segala keperluan hidupnya manusia jangan sekalipun melakukan pelanggaran, dan ia menghendaki agar perasaan-perasaan serta hasrat-hasrat thabi'inya diberi penyaluran yang sesuai dengan pertimbangan akal. Jadi, karena dia menyesali tindakan yang buruk, maka ia dinamai nafs lawwamah, yaitu jiwa yang sangat menyesali.

Walaupun nafs lawwamah tidak menyukai dorongan-dorongan thabi'i, bahkan selalu menyesali dirinya sendiri, akan tetapi dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan ia belum dapat menguasai diri sepenuhnya. Kadang-kadang dorongan-dorongan thabi'i mengalahkannya, kemudian ia tergelincir dan jatuh. Bagaikan seorang anak kecil yang masih lemah, walaupun tidak mau jatuh, namun karena lemahnya ia jatuh juga, lalu ia menyesali diri sendiri atas kelemahannya itu. Inilah merupakan keadaan akhlaki bagi jiwa ketika di dalam dirinya telah terhimpun akhlak fadhilah [budi pekerti luhur] dan dia sudah jera dari kedurhakaan, akan tetapi belum lagi dapat menguasai diri sepenuhnya.

Maukah engkau tumbuh?
Maka, isaplah ajaran-ajaran ini seakan-akan payudara Ibumu.
Ikutikah aromanya yang harum menuju Taman Kebahagiaan.
Bersihkan cermin jiwamu hingga memantulkan Cahaya.
Cari tahulah demi kebaikan dirimu.
Gunakan waktumu dengan bijak,
sebelum engkau dihukum sebagai seorang yang bangkrut.
Jangan tunggu esok hari!!!
[Jalaudin Rumi]

Keadaan Ketiga: Nafs Muthmainnah.
Inilah keadaan-keadaan rohani, panduan Cinta menyebut sumber ini nafs muthmainnah, sebagaimana difirmankanNya dalam Surah Al-Fajr ayat 28-31, Hai jiwa yang tenteram dan mendapat ketentraman dari Tuhan! Kembalilah kepada Rabbmu! Kamu senang kepadaNya dan Dia senang kepadamu. Maka bergabunglah dengan hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu.

Martabat inilah dimana manusia memperoleh keselamatan dan kebebasan dari segala kelemahan, lalu dipenuhi oleh kekuatan-kekuatan rohaniah dan sedemikian rupa melekat jadi satu dengan Tuhan sehingga ia tidak dapat hidup tanpa Dia. Inilah musim perayaan itu.

Tuhan sedang menantimu untuk melumuri tanganmu dengan maduNya.
Dia telah melakukan permainan petak-umpet,tetapi kini tempat tinggalNya di hatimu.
Bukalah pintu hati!
Engkau mengandung Tuhan,lahirkan anak-cintamu.
Biarkan cinta nan manis membasuhmu hingga bersih dari kepahitan.
Mabuklah dengan pengbdian sampai engkau tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Tanggalkan konsep-konsep yang menyelubungi kesadaran dan kenalilah kesadaran yang sesungguhnya.
Itulah pintu masuk Hadirat Ilahi.
[Jalaludin Rumi]

Dari sinilah manusia akan menciptakan perubahan-perubahan yang gilang gemilang, dan di dunia ini ia akan bisa merasakan suasana surga, ia akan memperoleh pemeliharaan dari Tuhan. Dan kecintaan Tuhan merupakan makanan baginya, dari mata air pemberian kehidupan inilah ia akan mereguknya, dan ia akan terlepas dari keterpenjaraan dunia ini, sebagaimana firmanNya Surah Asy-Syams ayat 10-11, barangsiapa yang membersihkan jiwa dari hasrat-hasrat duniawi, sungguh ia telah selamat dan tidak akan binasa. Akan tetapi barangsiapa yang membenamkan dirinya dalam hasrat-hasrat duniawi, yang merupakan dorongan-dorongan thabi'i, sungguh telah putus asalah ia dari hidup ini.

Cinta menjadikan manis segala yang pahit.
Cinta mengubah tembaga menjadi emas.
Dengan cinta kotoran tenggelam menjadi kebersihan.
Dengan cinta penderitaan berakhir.
Cinta menghidupkan kemali yang mati.
Cinta mengubah raja menjadi hamba.
Cinta adalah perwujudan makrifat.
Bagaimana mungkin seorang yang pandir duduk di atas singgasana seperti itu?
[Jalaludin Rumi]


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel