CEMILAN CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, kalau Kanjeng Nabi saw mengabarkan kejadian seorang pelacur kasihan sama anjing kehausan lalu diberinya minun dengan wadah terompahnya pelacur itu, karena anjing ia pandang ingon2ne Gusti Allah, menghasilkan ampunan dan menjadikannya ia masuk surga, bagaimana kalau orang sayang sama pelacur?
Kisah ini aku alami ketika jam satu dini hari, mau berangkat ke Kenduri Cinta naik kereta ekonomi melalui stasiun Poncol. Tiket sudah aku siapkan sebelumnya, yang ada di saku kaosku sangu dua puluh ribu, pesan istriku untuk beli cemilan di perjalanan kereta. Begitu mau masuk stasiun, aku dijegat oleh penawaran seorang perempuan setengah baya, mas nopo bade ngersaaken (mas apa mau gituan)--katanya. Udara begini dingin, dini hari belum juga laku orang ini--pikirku. Lalu aku tanya dia, berapa kalau sudah jam begini? Dia menjawab dengan senyum untuk membukus deritanya, kalau jam segini, limaribu gak apa-apa, untuk ngliwetke anak2ku esok hari.
Terjadilah dialog panjang, anaknya tiga, suami sudah nggak ada, rumah ngak punya masih kontrak. Lalu aku kasih sebatang rokok, dan aku nyalakan. Pada ujungnya dia menyatakan, siapa sih mas yang mau bernasib seperti ini, deritaku dibungkus dengan cekikikan, dalam hatiku malu kepada Gusti Allah, tapi apa dayaku mas.
Terus aku tanya, dimana kalau main gituan, dia jawab di gerbong kereta tua itu, bertikar plastik. Sambil dia menujuk plastik dalam tas kresek hitam, mengulang lagi pertanyaannya, mau kan mas (kerso kan)? Detik itu juga, dalam diriku ada tangan suci menuding, ayo kasihkan saja uangmu, gagasan tentang cemilan itu hilangkan, demi senyum anak-anaknya di pagi hari bisa sarapan pagi, kelaparanmu dikereta bisa diatasi dengan tidur sepanjang jalan, atau menyaksikan riuh rendahnya orang jualan sebagai musik orkresta yang merdu seperti kesukaanmu itu! Aku menyerah. Aku bilang sama perempuan setengah baya itu, mbak--kataku sambil mengulurkan uang, pulanglah sekarang aku ikhlaskan ini untukmu. Lho--katanya keheranan, mboten ngersaaken mas, wong sebentar saja bisa kok, kereta jakarta masih setengan jam lagi, dia merajuk sambil memegang tanganku. Tidak mbak--kataku, pulanglah sekarang, sayangi anakmu, aku mendoakanmu Gusti Allah mengampunimu, dan memberikan jalan terang yang lebih baik, amin.
Selesai aku mendoa, ia mengucapkan terimakasih, dan melangkah keluar dari Stasiun, dan ketika sampai di pintu gerbang, ia menolehiku sementara aku masih termangu di situ, dan masya Allah sempat melambaikan tangannya, seperti mengucapkan selamat jalan, akupun membalas lambaian tangan, tidak hanya satu tapi kedua tanganku. Aku masih didera rasa malu karena hanya saat malam itu aku bisa membebaskan dirinya dari kebutuan mendesak, hari-hari berikutnya aku tidak tahu...
Kawan2, dalam kereta sepanjang jalan, derita yang dihiasi tawa oleh perempuan itu, diam-diam menemaniku, sehingga aku tidak haus, tidak lapar, tidak ngantuk, tidak lelah, tidak tahu jam berapa, tidak tahu aku sedang dimana, tahu-tahu siangnya sampai di Jatinegara, malamnya di Kenduri Cinta, dan pada jam yang sama kala aku ketemu perempuan setengan baya itu, menjadi bahan cerita berbicara....
Maafkan aku, kawan, tak mampu merahasiakan kebaikan itu....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel