BECAK CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, tidak lengkap rasanya kalau kisah orang sholeh ini tidak aku percikkan, karena menuturkan sejarah dan sifat orang sholeh, wewangian adab mereka akan memercik ke kita, serta mendongengkan fadhilah2 mereka akan memberkati kita, bahkan manakala menemukan kuburan mereka dianjurkan berziarah, jasad mereka meninggal tapi tidak ruhnya.
Tuhan sendiri yang menyatakan, jangan kamu katakan bahwa orang yang berjalan di Jalan Allah itu mati, mereka tetap hidup, sayang kamu sekalian tidak mengerti. Aku tahu kesalehan mereka karena pas mengisi acara di tempatnya, sekitar Semarang ini, kota atlas. Orang sholeh ini, tidak berpangkat, tidak berdarah biru, tidak kaya bahkan tidak punya apa-apa, kecuali cinta, orang kecil (wong cilik) tetapi jiwanya besar, tidak dikenal dunia, insya Allah masyhur disisiNya.
Dia tukang becak, ya becak itu yang menjadi sarananya cari kawelasan dari Allah, umurnya dihabiskan mbecak sampai serenta itu, enam puluh tahun lebih, tapi sorot matanya menyiratkan hasrat jiwa yang menyala, hingga orang yang setara dia sudah lumpuh, otot dia terenergi oleh semangat yang membara. Ketika dia narik becak nafasnya berdzikir dan bersholawat, dengan gagah dan megah bagai nakoda kapal mengarungi samudra.
Setiap yang naik becaknya, dia tanpa transaksi uang, diantar kemana mereka tuju, ketika diberi hadian uang, ia terima dengan takdzim dan rasa syukur tiada tara, sambil mendoakan yang memberi dalam banyak hal, panjang umur, murah rejeki, anak saleh dan seterusnya. Ternyata malah melebihi andai ia main transaksi.
Seminggu dia mbecak, ada satu hari dia libur, preinya ini bukan tidak mbecak tetapi dia tetep mbecak namun membebaskan orang menghadiahinya, ini dia lakukan pas pada hari Jumat. Kebiasaan itu sudah dilakukan puluhan tahun, dengan niat yang sangat indah, mohon kepada Allah supaya mengantarkan dia bisa ziarah ke makam kekasihnya, Kanjeng Nabi itu.
Gayung bersambut, Kanjeng Nabi selalu tidak mengecewakan umatnya, yang mendamba. Pas pada hari Jumat ia dinas mbecak ada seseorang suruh mengantar agak begitu jauh, tapi dia tidak mengeluh, desahan nafasnya terdengar oleh yang naik becak itu, selawatan melulu, dzikir melulu. Begitu sampai dan berhenti, orang itu menghadiai segepok uang sebagai bayarannya, terutama terima kasihnya atas desahan nafas yang indah itu.
Tentu dia tolak karena pas hari Jumat, ia tak pernah ingkar janji. Dengan takdzim dia bilang, punten mas, untuk hari ini aku tidak bisa menerima uang panjenengan, untuk menepati janjiku. Terhenyak ini orang sambil tanya--kenapa mbah, engkau telah demikian payah mengantarku, ada apa sebenarnya? Tukang becak tua itu sambil tersenyum ompongnya bilang, mas kalau pas Jumat begini aku bebaskan orang yang naik becakku, lakon ini sebagai jeritan rinduku kepada Kanjeng Nabi yang telah memperkenalkan hatiku dengan Allah, menunjukkan Akhirat, mengkadoi aku Qur an, menjanjikanku syafaat, walau bagiku tidak mungkin untuk bisa ziarah ke makamnya, tapi aku yakin Kanjeng Nabi menjawab setiap keronto-ronto umatnya, dia tidak akan mengecewakan aku.
Runtuhlah hati orang yang naik becak itu, air matanya muncrat, mulut terkunci, dalam ranah hati yang tersentuh cinta, kata-kata menjadi hilang seketika. Dengan terbata-bata orang yang naik becak itu bilang, kalau begitu mbah berbahagialah engkau sama istrimu, mungkin lewat aku, akan aku hajikan engkau berdua.
Empat mata saling bertatapan, airmata sama2 keluar, kata2 hilang, ruang rindu menjelang. Tukang becak itu bersimpuh terimakasih yang tak terhingga, Kanjeng Nabi mendengar dan menjawab....
Kawan2, bernyanyilah, Yaa imaamarrusli yaa sanadi anta bakdulloohi muktamadi fabidunyaya waakhiroti yaa Rosulallahi khudbiyadi (Wahai Imam para Rasul, wahai sandaran hatiku, engkaulah setelah Allah gondelanku, dunia akhiratku wahai Rasulullah, ambillah tanganku)….
Pada saatnya brangkat ziarah haji, orang yang membeayayi itu mengantar sampai bandara, melihat mereka berdua terbang menemui yang dirindukan, lalu ia sama istri dan anaknya balik, didera oleh percikan rindu yang dimiliki tukang mbecak itu….


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel