PAKAIAN CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, ketika aku amati segenap pernik-pernik untuk memperindah busana lahiriyah, maka ketika berada di tangan desainer dan begitu jadi dipakai orang, maka orang itu menjadi sangat cantik dan gantheng, enak dipandang serta perlu. Aku mengenang derita Ayah Ibuku, bagai desainer itu memberiku pakaian cinta, aku mengenang Ayah Ibumu kawan bagai desainer itu yang memberimu pakaian cinta, dengan bukti nyata kau taburkan ke segala penjuru ini, sampai juga padaku dan aku bahagia menyaksikan busana desainan orang tuamu itu, keindahan adabmu--menyapaku.

Di mataku engkau bukan seonggok daging, tetapi dibalik senyummu derita orang tuamu nampak lebih terang aku kenang: mulai dari menata lahan cinta, kemudian menaburkan benih-benih kapas cinta, sampai memintal benang-benang cinta, terus menyusunnya menjadi lembaran-lembaran kain cinta, memotong kain-kain cinta itu untuk dijahit sesuai dengan ukuran-ukuran cinta, setelah semuanya selesai dimahkotakan kepadamu, lalu orang tuamu mengambil jarak denganmu, dipandangnya dari jauh dirimu, walau sedemikian panjang deritanya memahkotaimu dengan pakaian cinta itu, lihatlah dalam cermin hatimu kawan: beliau-beliau itu tersenyum, senyum kebahagiaan.

Kalau beliau-beliau itu sekarang sudah tiada, itu kan pandangan kongkrit mata kepala, tetapi pandangan mata hati dalam wujud mengenang: siapa yang bisa mendustakan ketelatenan cinta seperti itu, beliau-beliau selalu hadir mengelebat menemani perjalanan kita semua. Ada lagi, bukan kerabat, bukan saudara, tidak ada hubungan darah, tetapi atas nama cinta beliau-beliau itu melanjutkan derita orang tua memahkotai kita juga dengan pakaian cinta: dalam bentuk ilmu bertaburan cahaya. Jangan dipersoalkan masalah bahasa ya, beliau itu guru-guru kita. Beliau- beliau itu sangat senang melihatmu bermartabat, bisa punya apa saja sekarang: jabatan, uang, kehormatan berbagai jenis.

Ada lagi, mertua memberimu pakaian cinta, anaknya yang mendampingi hidupmu itu: dibesarkan, dipinterkan, setelah cantik dan gantheng pada puncak pandangan mata beliau, dikasihkan begitu saja dengan tanda-tanda jasa yang tidak imbang dengan derita sepanjang itu merawatnya. Mertuamu, orang tuamu menyaksikan kau berdampingan dalam pelaminan: tersenyum bahagia, disamping nyeri menanggung perpisahan denganmu dalam merengkuh hidup baru.

Tuhan berfirman: mereka pakaian bagimu dan kau pakaian bagi mereka. Ada lagi, cintanya kepadamu melebihi cinta orang tuamu kepadamu, melebihi cinta gurumu kepadamu, melebihi cinta mertuamu kepadamu, melebihi cinta siapapun dalam ranah ciptaan yang eksotik ini. Cinta beliau melintasi batas ruang dan waktu, cinta beliau abadi: membusanaimu dengan pernik-pernik syari'at, seperangkat aturan yang akan membingkai wujud cinta itu, sehingga ketika beliau memandangmu, pandangan sepenuh cinta, di balik selubung rahim dunia ini.

Dari beliaulah busana akhlak yang telah dimahkotakan kepada para sahabat, dan lihatlah dalam catatan sejarah, mereka sangat indah semua, pakaian itu dimahkotakan kepada orang-orang saleh: para Imam, tabi'in, sampai kepada orang tuamu itu.

Itulah cahaya Rasul kawan, secara kongkrit beliau telah tiada, tetapi secara pandangan abstraksi, dengan kenangan kasih sepanjang itu, melintai ruang dan waktu, dunia akhirat kita, menemani dalam ranah minimal setiap detik hidup kita. Untuk apa pernik-pernik busana itu, tiada lain supaya kita ini pantas dipandang Kekasih, Tuhan itu sendiri....

Kawan-kawan, dari lesan suci itu terucap: berakhlaklah kamu semua dengan akhlak Tuhan. Supaya terukur pakaian cinta itu, maka beliaulah parameter dari segala kepantasan yang mengantarkan Tuhan tersenyum melihat kita, setelah Kanjeng Nabi itu--desainer kita—tersenyum….


catatan :    

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung 
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. 
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan 
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga 
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian 
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah 
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang 
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap 
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang 
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik 
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari 
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara 
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil 
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar 
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak 
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu 
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2
 
  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang 
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari 
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug 
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono 
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah 
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. 
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan 
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono 
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) 
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. 

Budi Harjono 
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya 
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa 
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya 
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam 
pelajaran sekolah. 
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar 
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam 
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga 
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam 
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat 
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga 
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi 
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan 
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; 
organisasi sosial-pendidikan. 


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono 
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah 
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau 
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. 
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono 
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya 
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa 
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya 
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam 
pelajaran sekolah. 

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar 
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam 
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga 
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam 
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat 
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga 
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi 
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan 
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; 
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah 
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi 
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan 
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah 
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan 
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. 
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang 
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) 
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui 
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel