JANJI CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, ucapan manakala tidak dicegat oleh kepentingan adalah sebagai tanda dari hati, dan hati adalah rumah Tuhan di bumi. Hati manusia adalah tempat Dia berbagi. Ketika Tuhan pertamakali berusaha menunjukkan wajahNya, Dia menjadikan manusia sebagai kediamanNya. Seorang manusia yang mengenal pikiran batinnya, akan mengenal siapakah Tuhan sebenarnya. Pandangan ini tercipta setelah manusia menyadari bahwa pandangan mata kepala nyata-nyata cacat, terjadilah perniagaan mencari wujud--inilah jual beli besar-besaran--yang akan mengantarkan apa-apa yang diinginkan.

Ada orang yang bernama mBah Kemi, orang dusun dengan rumah reot dari bahan bambu, usianya mendekati seratus, ditemani oleh orang gila sambil membesarkan kambing-kambingnya. Satu hal yang tidak bisa ia tinggalkan, di malam-malam sunyi ia selalu berbisik dengan Allah melalui membaca Al-Qur'an, kalamNya.

Mungkin orang ini pernah mendengan dawuh Kanjeng Nabi, manakala ada Qur'an dibaca orang dan kita mendengar, merasalah bahwa Qur'an baru saja turun di hatimu. Manakala kamu membaca Qur'an, merasalah bahwa engkau sedang berbisik dengan Allah, Sang Kekasih. Kalau pas melihat dua orang satu gubuk ini bercengkrama, mereka sepertinya mentertawakan dunia, mereka asyik dalam dialog-dialog segar hingga tertawa lepas, hingga gigi-gigi ompong mereka nampak jelas, senyum yang menyiratkan kegembiraan temanten mau dipertemukan.

Anak mBah Kemi ini sudah meninggal semua, istrinya juga sudah meninggal. Bahkan gurunya yang mengantarkan dia bisa membaca Qur'an sebagai sarana berbisik dengan Gusti Allah, juga meninggal. Guru ngajinya itulah yang memberi kisah unik dalam hidupnya. Disebut unik, karena mBah Kemi ini atas terimakasihnya bisa mengaji, menjanjikan untuk mencarikan jodoh kepada gurunya yang masih remaja saat itu. Pada usia yang matang, guru ini menagih janji kepada mBah Kemi, janji cinta. Karena ikhtiar mentok tidak memperoleh calon istri bagi gurunya itu--masyaAllah--maka istrinya mBah Kemi ini diberikan kepada guru ngajinya, setelah alot dia cerai, karena mana ada istri diberikan kepada gurunya, hanya untuk menepati janji itu, janji cinta. Ini istri akhirnya mau, dengan niat menaati mBah Kemi itu.

Kini mereka semua sudah tiada, tapi MBah Kemi masih hidup--ya sama orang gila itu, dan bercumbu denganNya melalui Qur'an secara tartil. Semua diceritakan mBah Kemi dengan enteng tanpa beban, kadang dengan gurau-gurau lepas. Satu hal yang ditunggu masyarakat sekitarnya adalah saat hari raya Idul Qurban, disenja sebelum takbir orang sepuh dan orang gila itu menggiring beberapa kambing untuk menjadi sembelihan qurban di Masjid desanya.....

Kawan-kawan, aku percaya atas keamanan dunia ini, negara ini, kampung ini sebab masih ada orang yang sebaik Mbah Kemi. Allah sendiri menyatakan janjiNya, janji cinta juga bahwa Dia tidak akan memberikan kerusakan pada suatu negeri, manakala masih ada ahli negri tersebut masih saja ada orang yang berbuat kesalehan. Kesalehan seseorang--syukur kita--akan memberikan perlindungan cinta, sehingga laknat Tuhan tidak jadi diturunkan, cuma semua ini tidak bisa menjadi berita. Justru banyak berita yang hanya mengisyaratkan makan daging saudaranya, bukan kambing-kambingnya.....
catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel