TARIAN CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, tarian sebenarnya suatu gerakan reflek karena suasana kegembiraan yang ada dalam hati. Lihatlah itu saat manusia mengalami kesenangan atas prestasi dunia, anak kau kabulkan permintaannya, lulus ujian sekolah, bisnis dapat untung,ketemu kekasih, menang sepakboa atau permainan apa saja, sampai setinggi masuk surga--yang aku anggap prestasi kurnia-kurnia membenda. Mereka menari dengan ekspresi spontan dengan sarana tubuh itu, melonjak-lonjak gegirangan.

Lihatlah ketika engkau ketamuan orang yang kau kagumi atau kau cintai itu, semisal gurumu, idiolamu, pujaan bintang-bintang--yang aku sebut tanjakan hati. Ketika orang menyanyikan lagu dari seorang penyanyi sudah demikian gembira hati, apalagi ketemu dengan sang penyanyi idiolanya. Melihat permainan sepakbola, atau permainan apa saja mereka sudah seneng apa lagi bisa ketemu langsung dengan pemain idiolanya itu.

Kegembiraan itu menjadikan hati menyala, lalu menyembul pada dataran fisik yang disebut tarian itu. Sama halnya kala ketemu dengan kekasih, hati berbunga-bunga secara gempita. Semua ini seiring dengan tarian semesta. Lihatlah tarian pepohonan atas desiran angin itu, tarian debu atas semburan asap knalpot sekalipun, tarian bunga-bunga dengan aroma wanginya, tarian pohon dengan menabur buah-buah segar, tarian potron dan neotron itu, tarian bulan dan bintang serta matahari itu, tarian galaksi-galaksi yang tak bertepi itu, tarian bidadari-bidadari surga sekalipun. Selain Dia adalah ciptaan, itu saja melahirkan tarian yang memabukkan.

Berlalulah kawan, terus menanjak pada saat hati merasa kehadiran Sang Pencipta, mata melihat dalam gegap semua menari,mata hati melihat makhluk samawi menari-nari. Semua atas kesyukuran wujud, dengan ujung Dia ingin dikenal. Mana keberadaan semesta raya yang tidak mengabarkan Dia. Kemana kita berpaling yang tidak menyaksikan wajahNya. Nikmat mana yang bisa kita dustakan, mana, mana, mana?

Tarian kegembiraan ini yang menjadikan energi tak bertepi, waktu itu sendiri wujud dari tarian rembulan dan matahari, ruang itu sendiri wujud karena gempita wujud ciptaan. Manakala hati merasakan dalam keintiman denganNya, apa artinya waktu dan ruang itu. Barang ciptaan mana yang pantas kita banggakan sebagai hadiah, selain hati itu kita serahkan kepadaNya. Ketika hati kita serahkan dan Dia berbagi di sana, kata mana bisa melukiskan tarian kegembiraan ini. Apa artinya berat, jauh, sakit, najis, derita, dan sebagainya itu.

Aku tidak mau memperolok kepada mereka yang yang hanya merasakan kurnia apa saja mereka menari-nari. Aku tidak mau meremehkan mereka yang hanya menikmati prestasi dalam lingkup ruang dan waktu saja mabuk kepayang. Tasbih dan tahmid serta takbir adalah bagian dari puncak tarian hati yang gembira-ria tiada tara. Andai mata hati mereka melihat Dia yang bersemayam di dada mereka sendiri, tentu mereka tidak gampang terkecoh oleh selainNya. Andai Dia bagai matahari di dadanya, mana mungkin ia berani-beraninya menyalakan lilin-lilin. Andai ada samudra ia lihat di dadanya, mereka tidak akan terkecoh oleh arus sungai-sungai yang berkelok-kelok itu. Andai mereka melihat Sang Raja di dadanya, tentu mereka tidak kaget atas semua teritorial walayahNya itu. Andai mereka menemukan Penambang di dadanya, tentu mereka tidak akan rebutan emas intan permata itu. Andai mereka menemukan Pelukis bidadari nan cantik, tentu mereka tidak akan terpuruk pada bayangan-bayangan kecantikan itu....

Kawan-kawan, ayo menari, ayo menari, ayo menari, tarian Cinta....
catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel