CELAH CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, setiap minggu pagi jam setelah shubuh sampai usai pukul 08.00 Wib, aku setiai bersimpuh sebentar, berdiri sejenak untuk menyapa Kanjeng Nabi bersama masyarakat sekitar. Aku takut di hari nanti, apa jadinya Allah menolakku sebab aku tidak menyapa kekasihNya, apalagi kalau kanjeng Nabi mlengos (berpaling) kepadaku, harga dan martabat apa yang aku peroleh dihadapan Allah itu, kekasihnya saja mlengos dariku.
Aku sangat suka bersimpuh bersama mereka yang di dadanya rindu kepada Kanjeng Nabi walau secara jasadi beliau sudah meninggal, tapi tatapan ruhaniyah, bukankah ruh itu abadi. Beliau tetap hidup, abadi.
Banyak majlis tergelar di wilayah Semarang ini, di tempat Gus Munif Girikusumo--setiap malam jumat--sudah 15 tahun aku menemani, jamaahnya sekitar 5000an, datang dengan berbagai kalangan, membaca Maulid Dzibak. Belum majlis insidental lainnya, yang mengundang. Aku sendiri mencari celah waktu untuk bersama mendendangkan nyanyian rindu itu. Kanjeng Nabi menyatakan, kalau orang membaca sholawat di makamku, aku dengar suara orang itu, manakala orang membaca sholawat nun jauh dari makamku akulah yang mendatangi orang-orang itu.
Pernah kejadian di Ngayogjokarto, majlis maulid bersama Syeh Hisyam Kabbani--asli Cyprus menetap di Amirika Serikat bersama mertuanya, Syeh Nadhim Haqqani, sementara yang membaca maulid Simthudduror Habib Syeh Solo yang suaranya nggandem dan kenthal itu. Baru membaca kasidah Yaa Rosulallahi salamun alaik... tahu2 Syeh Hisyam berdiri (padahal belum mahallul qiyaam), jadinya maulid malam itu hampir satu jam setengah berdiri sampai selesai, di Balai Kota Jogja.
Aku saksikan Syeh Hisyam berdiri dengan berpegang tongkat, air matanya deras mengalir sambil terpejam matanya, bahkan lewat hidungnya deras mengalir ingus beliau, sambil pundaknya bergetar oleh efek rindu itu di dadanya.
Terakhir setelah aku persilahkan mauidhah (aku jadi MC), beliau mengatakan--maafkan aku kawan-kawan tadi, sebelum mahallul qiyam aku berdiri, karena di seberang sana (sambil menunjuk tangan), aku lihat kafilah Rosulullah lewat berlalu... bagaimana aku tidak berdiri, maafkan aku...
Kawan-kawan, hanya untuk suasana itu, aku pernah perjalanan dari Seputih Surabaya Lampung Tengah, hari Sabtu, Minggu pagi aku harus bersimpuh di majlis. Aku telusuri jalur darat dari kota-ke kota itu, menyeberang Bakauni Merak jam 3 pagi, lalu mencarter kendaraan ke bandara Sukarno Hatta Shubuh sampai, naik pesawat jam 6 pagi--cuaca mendung pekat--terbang. Sejam berikutnya sampai di langit Semarang, aku pikir masih nyandak mengikuti majlis walau ujungnya. Ternyata pramugari mengumumkan--ditengah pesawat muter-muter cari celah karena mendung gelap--bahwa pesawat harus pulang balik ke Jakarta menanti cuaca terang.....
Kawan-kawan, aku saat itu bergumam di hati, ada apa hatiku, mau bersimpuh dan berdiri sejenak bersamamu, pagi ini tidak kau ijinkan Yaa Rosulllah....
Orang disebelahku bertanya, ada apa menangis Pak? Aku sembunyikan rinduku, bilang--tidak ada apa-apa Mas, tidak ada apa....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel