WILAYAH CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, aku ini bukan orang yang disebut "weruh", tetapi masih bersifat data empirik yang menjadi "sarana" weruh itu, jadilah aku sering disebut orang "weruh", padahal merekalah yang menaburkan cahaya dan aku "melihatnya". Ada orang datang pada suatu ketika, dengan amat sangat panjang menaburkan berita: kenapa dan kenapa aku ini sering sakit-sakitan, kadang kepala pening dan pusing, kadang perut ini terasa melilit nan sakit. Kadang kaki ini terasa pegal melulu, lain waktu badan terasa panas dingin, telinga pada suatu ketika berdengung-dengung, kulit tubuh ini sering gatal-gatal, mata ber kunang sampai langkah terhuyung, gigi ini sungguh tak kuat kalau sedang sakit, pilek yang sering bertandang, nafas kok sering sesak padahal tidak perokok, bibir kalau pas pecah-pecah semua makanan menjadi tidak enak, dan seterusnya dan seterusnya.

Ada lagi orang bertandang dengan seambreg problematika kehidupan: kenapa usahaku sealu gagal dan gagal, apakah aku ini ditakdirkan "kere" oleh Tuhan, mendirikan warung pembelinya jarang, jualan mainan anak-anak keliling hanya memperoleh kelelahan dan kepayahan, menjadi kuli bangunan aku tidak tahan karena sering diremeh-remehkan mandornya, sementara join dengan kawan aku ditipu habis-habisan, sementara kebutuhan rumah tangga harus ditunaikan, anggaran kemasyarakatan musti diwujudkan, anak-anak butuh uang jajan, sementara aku sendiri suka jajan dengan mengejar selera makanan, tambah lagi istriku begitu rewel yang mengarah pada berbagai keadaan ini dan itu ke anak-anak juga demikian, dan seterusnya.

Ada lagi orang ketemu di jalan dengan mengedepankan masalah juga: aku heran dan sunguh heran, katanya bangsa ini melimpah karunia tetapi kenapa rakyatnya dilanda kemiskinan dengan berbagai bentuk, siapa yang salah ini, siapa yang salah, presidennya begitu mengecewakan, MPR-nya sungguh tidak ada nampaknya, DPR-nya tidak mencerminkan suara rakyat, pejabatnya asyik sendiri dengan kenikmatan fasilitas yang dibeayai rakyat, wilayah-wilayah regional mengalami keadaan yang sama secara struktural, alam rusak, generasi hancur moralitasnya, pembunuhan dimana-mana, perampokan, pencabulan, permalingan tak kunjung berhenti, dan seterusnya.

Ada lagi yang agak lebih luas masalahnya, karena ketemu orang yang nampak sebagai begawan dengan abadi kegelisahannya: Amerika itu sungguh biadab, Yahudilah biang keroknya itu, lalu Palestina menjadi abadi kesengsaraannya, inilah gara-gara tatanan ekonomi kapitaslis yang imperialis itu yang menjadikan goncangan dunia sampai Afrika banyak yang dilanda kelaparan dan belahan bumi banyak dilanda kemiskinan dan kebodohan, makanan anjing di Amerika saja bisa menjadi rangsuman kelaparan di Etiopia sebenarnya tetapi apa yang terjadi, karena produk banyak yang bersifat kimiawi maka lahirlah pemanasan global yang menjadikan air laut naik dan rob terjadi di berbagai belahan bumi, dan seterusnya.

Ada lagi, orang datang hanya diam seribu bahasa, ia hanya memandangku sesekali lalu merunduk lagi, sepertinya sedang merenung abadi, ia hanya melihat tetapi tidak berkomentar, kadang tersenyum kadang cemberut, kadang mendesah kadang berguman sendiri, sampai pamit pulang, aneh tapi nyata. Ada lagi yang datang ke rumah dengan berceramah: pemeluk agama ini banyak yang tidak sama dengan Kanjeng Nabi, semua bid'ah dan bid'ah itu jelas akan ditolak mentah-mentah oleh Gusti Allah dan pasti masuk neraka, zaman ini edan, semuanya gila, agama sudah dilecehkan, banyak yang mengaku Nabi, mereka mengejek Nabi, tempat ibadah sunyi dari jama'ah, tokohnya banyak yang hidup dari jama'ahnya, jama'ahnya menderita Kiai-nya sejahtera, dan seterusnya. Ada lagi yang ketemu di Bus, sama-sama jadi penumpang, diam-diam berbicara: mas, aku menolak hal-hal yang tidak rasional, agama tanpa akal tak ada....

Kawan-kawan, aku dengarkan semua ini, lalu aku tersenyum manis, dengan memilah-milah keadaan mereka: ada yang ranah tubuh wilayahnya, ada yang ranah akal wilayahnya, ada yang ranah teritorial jangkauannya, ada yang ranah dunia keluasannya, ada yang ranah ilahiyah wilayahnya, aku hanya tersenyum, dan tidak mau membicarakan mereka, karena semuanya ini wilayah Cinta, semuanya indah, tingggal merangkumnya menjadi kemenyuluruhan ini, jadinya tidak berpetualang dalam banyak bagian, atau isme itu....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel