SYAIR CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono
Rabu, 20 Agustus 2014
Sedulurku
tercinta, bila keyakinan bahwa semua hal telah lengkap tersedia di
dalam wahyu Tuhan, seolah ilmu dan cahaya sudah selesai, sehinga
persoalan-persoalan detail di dalam pernik-pernik kehidupan
keseharian--termasuk kreasi hidup itu. Dari sinilah sumber
permasalahan yang melahirkan sejarah menjadi jalan di tempat, semua
yang berada diluar citra Tuhan akan dianggap salah, sesat dan bid'ah
itu.
Kecendurungan
ini menggiring kepada pertentangan dan konflik yang berkepanjangan,
sampai kepada peperangan di berbagai belahan bumi. Misalnya soal lagu
dengan syair-syairnya, bila syair ini berkenaan dengan keagamaan lalu
orang bilang ini syair religius, dan bila tak sesuai dengan pola
Tuhan maka ini jenis lagu sekuler dan profan itu. Kalau menurutku,
jangan dipertentangkan karena keduanya dalam wilayah CintaNya, yakni
wilayah Ar-Rahman dan wilayah Ar-Rahiim itu.
Pandangan
ini menjadikan semua ciptaan bagian dari kehendak CintaNya, sehingga
setan sekalipun jangan disalah-salahkan karena dalam mekanisme
pematangan kemanusian, ia punya peran atas izinNya ini. Kalau
ternyata setan dan segenap pengikutnya memiliki kreatifitas
"menggoda", maka manusia harus menempa diri untuk membikin
kreatifitas yang tak tergoda, bukan malah mengutuk-ngutuk mereka,
bukan malah memperolok mereka.
Sikap
ini lahir--menurutku, hanya karena kalah dalam pertarungan, apakah
ini tidak memalukan bagi manusia. Jadi kalau ada yang sampai kalah
dalam pertarungan, akuilah saja bahwa diri ini kalah dalam
kreatifitas menggapai cahaya Tuhan, bukan malah menyalahkan mereka
yang berurgensi atas pematangan diri ini, aneh.
Dalam
hal ini Iqbal menyindir dalam sebuah syairnya, yang berjudul Nyanyian
Setan: Aku bosan kepada manusia yang belum aku goda, mereka datang
kepadaku: tangkaplah daku! Tetapi aku rindu kepada manusia yang
berani menyatakan "tidak "kepadaku, aku puas kalau ketemu
dengan orang seperti itu. Menurutku, bagi siapapun yang sering
"cangkeman" mengkritik keburukan orang lain, ini bagian
dari wujud kekalahan dan kehinaan, karena tidak mampu melawan dengan
kreatifitas namun melawan dengan hanya bermodal dalil dan mulut [atau
cankgkem] itu.
Andai
dunia ini sebuah lapangan yang sangat luas, maka di sana berkumpul
dua kelompok yang berbeda--misalnya, yang satu berdendang dengan
wahyu Tuhan, yang satu berdendang dengan gubahan syair-syair dengan
tetabuhan-tetabuhan. Kalau kita lihat hasrat jiwanya, tentu mereka
itu sama karena sama-sama dalam kafilah menuju kepadaNya, tetapi
hanya dalam bentuk yang berbeda itu, jangan sampai dipersoalkan
eksistensinya.
Semua
dalam wilayah CintaNya, kalau menurut Rumi, bagi yang berkidung
tentang wahyu Tuhan--baiklah, itu wilayah Rahim. Tetapi bagi yang
bersyair dan berdendang dengan tetabuhan itu wilayah RahmanNya,
dimana mereka akan menanjak pada tataran Rahim pada ujungnya, sebab
kalau tidak, mau kemana lagi kalau bukan kembali kepadaNya ini, ilahi
raaji'auun. Satu contoh syair lagu dari The Cat ini: Ingin ku terbang
jauh/Mengejarmu ke langit biru/Karna aku tak sanggup berdiri/Tanpa
kamu disampingku/Kau di mana?/Aku tak sanggup bila sendiri/Tanpa
dirimu di sisiku/Cepatlah pulang aku menunggumu/Ingin ku pergi
saja/Dari sini mencarimu/Karena aku mebutuhkanmu/Bantu aku
melangkah/Kau di mana?/Di sini sendiri tampamu/Tidaklah kau
tahu/Diriku tenggelam dalam/Cinta kasihmu/Ku ingin cepatlah kau
pulang/Di sini sendiri tanpamu.
Syair
ini bisa kita runut dengan dua wilayah di atas: kalau kalimat kamu,
kau, mu itu berujung kepada makhluk maka jelas wilayah rahman, tetapi
kalau kamu, kau, mu berujung kepada Sang Khaliq maka jelas itu
wilayah rahim. Dari lagu bisa melebar kepada kejahatan dan kebaikan,
kepada maksiat dan taat, kepada kepada dunia dan akhirat, kepada
neraka dan surga itu, sampai kepada keterjauhan dan keterdekatan
denganNya itu....
Kawan-kawan,
simaklah baik-baik semua kejadian di jantera alam sementa ini
[termasuk syair-syair itu] dengan sudut pandang rahman dan rahim ini,
sehingga kita akan menemukan teritorial CintaNya yang tak bertepi,
kalau Tuhan mencintai hanya karena ingin disembah, bukankah ini cinta
transaksi, subhanalllah, Dia mencintai melintasi ranah transaksi.
Makanya siapapun juga kalau memulai pekerjaan tanpa berdasar akan
bismillahirrahmanirrahim, maka ia akan terputus dengan rahmatNya.
Dus, mereka yang suka "camgkeman" itu harus menyadari bahwa
sebenarnya akuilah saja masih kalah dalam pertarungan kreatifitas
dengan setan dan segenap "bolo" kurawanya itu, jangan suka
memperolok, wis kalah moyok, ora ilok [hahahaha]....
Nyuwun
Duko, dan Punten....
catatan :
K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan. Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2 Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.