SYAIR CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, bila keyakinan bahwa semua hal telah lengkap tersedia di dalam wahyu Tuhan, seolah ilmu dan cahaya sudah selesai, sehinga persoalan-persoalan detail di dalam pernik-pernik kehidupan keseharian--termasuk kreasi hidup itu. Dari sinilah sumber permasalahan yang melahirkan sejarah menjadi jalan di tempat, semua yang berada diluar citra Tuhan akan dianggap salah, sesat dan bid'ah itu.


Kecendurungan ini menggiring kepada pertentangan dan konflik yang berkepanjangan, sampai kepada peperangan di berbagai belahan bumi. Misalnya soal lagu dengan syair-syairnya, bila syair ini berkenaan dengan keagamaan lalu orang bilang ini syair religius, dan bila tak sesuai dengan pola Tuhan maka ini jenis lagu sekuler dan profan itu. Kalau menurutku, jangan dipertentangkan karena keduanya dalam wilayah CintaNya, yakni wilayah Ar-Rahman dan wilayah Ar-Rahiim itu.


Pandangan ini menjadikan semua ciptaan bagian dari kehendak CintaNya, sehingga setan sekalipun jangan disalah-salahkan karena dalam mekanisme pematangan kemanusian, ia punya peran atas izinNya ini. Kalau ternyata setan dan segenap pengikutnya memiliki kreatifitas "menggoda", maka manusia harus menempa diri untuk membikin kreatifitas yang tak tergoda, bukan malah mengutuk-ngutuk mereka, bukan malah memperolok mereka.


Sikap ini lahir--menurutku, hanya karena kalah dalam pertarungan, apakah ini tidak memalukan bagi manusia. Jadi kalau ada yang sampai kalah dalam pertarungan, akuilah saja bahwa diri ini kalah dalam kreatifitas menggapai cahaya Tuhan, bukan malah menyalahkan mereka yang berurgensi atas pematangan diri ini, aneh.


Dalam hal ini Iqbal menyindir dalam sebuah syairnya, yang berjudul Nyanyian Setan: Aku bosan kepada manusia yang belum aku goda, mereka datang kepadaku: tangkaplah daku! Tetapi aku rindu kepada manusia yang berani menyatakan "tidak "kepadaku, aku puas kalau ketemu dengan orang seperti itu. Menurutku, bagi siapapun yang sering "cangkeman" mengkritik keburukan orang lain, ini bagian dari wujud kekalahan dan kehinaan, karena tidak mampu melawan dengan kreatifitas namun melawan dengan hanya bermodal dalil dan mulut [atau cankgkem] itu.


Andai dunia ini sebuah lapangan yang sangat luas, maka di sana berkumpul dua kelompok yang berbeda--misalnya, yang satu berdendang dengan wahyu Tuhan, yang satu berdendang dengan gubahan syair-syair dengan tetabuhan-tetabuhan. Kalau kita lihat hasrat jiwanya, tentu mereka itu sama karena sama-sama dalam kafilah menuju kepadaNya, tetapi hanya dalam bentuk yang berbeda itu, jangan sampai dipersoalkan eksistensinya.


Semua dalam wilayah CintaNya, kalau menurut Rumi, bagi yang berkidung tentang wahyu Tuhan--baiklah, itu wilayah Rahim. Tetapi bagi yang bersyair dan berdendang dengan tetabuhan itu wilayah RahmanNya, dimana mereka akan menanjak pada tataran Rahim pada ujungnya, sebab kalau tidak, mau kemana lagi kalau bukan kembali kepadaNya ini, ilahi raaji'auun. Satu contoh syair lagu dari The Cat ini: Ingin ku terbang jauh/Mengejarmu ke langit biru/Karna aku tak sanggup berdiri/Tanpa kamu disampingku/Kau di mana?/Aku tak sanggup bila sendiri/Tanpa dirimu di sisiku/Cepatlah pulang aku menunggumu/Ingin ku pergi saja/Dari sini mencarimu/Karena aku mebutuhkanmu/Bantu aku melangkah/Kau di mana?/Di sini sendiri tampamu/Tidaklah kau tahu/Diriku tenggelam dalam/Cinta kasihmu/Ku ingin cepatlah kau pulang/Di sini sendiri tanpamu.


Syair ini bisa kita runut dengan dua wilayah di atas: kalau kalimat kamu, kau, mu itu berujung kepada makhluk maka jelas wilayah rahman, tetapi kalau kamu, kau, mu berujung kepada Sang Khaliq maka jelas itu wilayah rahim. Dari lagu bisa melebar kepada kejahatan dan kebaikan, kepada maksiat dan taat, kepada kepada dunia dan akhirat, kepada neraka dan surga itu, sampai kepada keterjauhan dan keterdekatan denganNya itu....


Kawan-kawan, simaklah baik-baik semua kejadian di jantera alam sementa ini [termasuk syair-syair itu] dengan sudut pandang rahman dan rahim ini, sehingga kita akan menemukan teritorial CintaNya yang tak bertepi, kalau Tuhan mencintai hanya karena ingin disembah, bukankah ini cinta transaksi, subhanalllah, Dia mencintai melintasi ranah transaksi. Makanya siapapun juga kalau memulai pekerjaan tanpa berdasar akan bismillahirrahmanirrahim, maka ia akan terputus dengan rahmatNya. Dus, mereka yang suka "camgkeman" itu harus menyadari bahwa sebenarnya akuilah saja masih kalah dalam pertarungan kreatifitas dengan setan dan segenap "bolo" kurawanya itu, jangan suka memperolok, wis kalah moyok, ora ilok [hahahaha]....


Nyuwun Duko, dan Punten....



catatan : 

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel