POSKO CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono
Rabu, 20 Agustus 2014
Sedulurku
tercinta, sore ini aku mau berangkat ke lereng gunung Merapi dari
arah Boyolali, aku tidak membawa apa-apa, hanya membawa hati untuk
mencintai apa dan siapapun yang sementara ini disapaNya dalam bentuk
musibah ini. Pertama aku akan menempati Rumah Bani Adam, yang di tuan
rumahi oleh sahabatku di Pesantren dulu: K.H. Fahruri--pemilik Toko
Pepak ini, Jl.Pahlawan No.50 Boyolali yang akan aku jadikan Posko
Cinta, telepon 0276 325041, Hp 081225363412, 085733806301, sendirian.
Hari
berikutnya ada santri-santri yang akan berbakti dan tentu kerja
bakti, seterusnya anak-anakku sekeluarga agar mereka tahu dan tak
meminjam mata orang lain untuk sebuah peristiwa hidup ini. Acara
pengajian tetap jalan, namun selesai pengajian aku akan kembali ke
Posko ini, entah sampai kapan aku tidak tahu, yang penting semua
kebagian: diri, keluarga dan umat itu. Langkah ini bagian dari
panggilan cinta, yang semampunya bisa aku berikan bersama-sama,
maknanya aku tidak sendirian: ada sahabat, kenalan, sedulur, jama'ah
dan siapa saja yang mau bersama dalam pelayanan kemanusiaan ini.
Bentuk
pelayanan juga tidak terumuskan karena melihat luasnya permasalahan,
aku mengalir begitu saja terhadap arus cinta ini, andai aku bisa
membantu seorang saja, sudah aku syukuri habis-habisan--pelatihan
hidupku: meng"kita"kan aku ini.
Dalam
langkah ini, aku mengandaikan sifat sepuluh kebajikan anjing yang
belum tentu dimiliki manusia itu.
Pertama,
aku harus kuat terjaga karena anjing itu sedikit tidurnya, sifat ini
biasanya dimiliki orang-orang yang ahli tahajjud.
Kedua,
aku harus kuat untuk makan sedikit [bukan sedikit-sedikit makan],
sifat ini biasanya dimilki orang-orang yang sholeh, cirinya
mengutamakan orang lain dibanding dirinya.
Ketiga,
aku harus rela bertempat dalam kesederhanaan [kalau bisa bumi sebagai
lantainya, langit sebagai atapnya], sifat anjing ini juga dimilki
orang-orang yang bijak dengan rela berteduh ala kadarnya itu--sifat
qona'ah itu.
Keempat,
aku tak membawa bekal apa-apa sebagaimana anjing pergi dengan begitu
saja, karena yakin di bumi manapun ini pasti ada karunia Tuhan, sifat
ini yang disebut orang-orang tawakkal itu.
Kelima,
aku musti menjauhi kepentingan duniawi yang bisa meringankan dalam
pengabdian dan asyik dalam pelayanan, sifat ini yang disebut zuhud
itu, bukan menafikan dunia tapi melatih untuk menjadikan dunia ini
sebagai "ladang" dari akhirat itu.
Keenam,
andai ada yang tidak suka, bahkan melempari kritik dan ejekan juga
harus direlakan, bagai anjing dilempar tuannya walau seratus kali
tetap setia kepada tuannya, akupun harus melatih setia kepada Dia
itu--sifat ini dimilki oleh para pecinta kepada Tuhannya, walau
didera derita tidak akan lepas cintanya itu--tetap mendekat, asyik.
Ketujuh,
aku nikmati saja semua goresan hidup hingga masalah apapun, sifat ini
bagian dari aplikasi syukur, bagai anjing yang diberi tuannya secuil
roti namun ia makan dengan lahap sambil matanya menatap tepat di bola
mata tuannya.
Kedelapan,
aku harus jujur, karena kejujuran anjing itu bagian dari sifat yang
juga dimilki oleh orang-orang shaleh yang siddiq itu--kalau anjing
hanya gug, gug, gung itu.
Kesembilan,
aku harus sabar sebagaimana anjing itu menunggu apa saja dari
tuannya, baik menanti rejeki atau perintah itu--dalam hal ini kita
kenal apa yang disebut kesetiaan.
Kesepuluh,
aku harus tetap semangat dalam menyongsong panggilan cinta,
sebagaimana anjing itu begitu tuannya nampak, ia terkesiap sigap
sepertinya bilang kepada tuannya: labbaik, aku siap kau perintah apa
saja tuan....
Kawan-kawan,
sederhana sebenarnya memahami dan merasakan panggilan cinta itu,
dimana ketika kita melayani dalam berbagai jenis dan bentuk itu
secara otomatis ke"aku"an lenyap dan yang kelihatan dan
terdengar hanya panggilan-panggilan cinta. Berat memang, namun ketika
kita menatap akan WajahNya, maka goresan apapun hidup tidak akan
menggores kalbu kita, andai menggores pun tidak akan terasa karena
tatapan Cinta kepadaNya itu, bagai memandang Nabi Yusuf saja:
tangan-tangan perempuan itu tak terasa teriris karena pesona
wajahnya, apalagi memandang Wajah yang membikin Nabi Yusuf itu--yakni
Allah swt, tentu deritapun terasa manis, berat pun menjadi ringan,
raja pun berani menjadi sahaya itu....
Pareng
dan pengestunipun kawan-kawan....
catatan :
K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan. Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2 Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.