PROTES CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, menurutku kata kasar itu tidak ada, karena ia hanya aran [sebutan] yang bila dipandang ruh dari kata itu, aku menyangka malah inti do'a yang akan menjadikan semangat menuju kebaikan itu, kepadaNya. Adalagi sindiran yang halus, dan ini membutuhkan kepekaan hati karena orang itu mengkritik dan memprotes dengan kelembutan, yang pada ujungnya hanya untuk pemenuhan akan kepedulian tentang kasih sayang dan cinta itu.


Para suami ketika menghadapi istri yang protes, jangan tergesa diprasangkai tanda bahwa istri itu benci, padahal hakekatnya ingin disayang lebih dari yang sudah ada itu, lebih dari yang sudah ditunaikan itu cintamu. Ketika karyawan protes, pihak perusahaan mustinya jangan tergesa marah atau benci kepada karyawan ini, mustinya menyadari lewat protes mereka itulah pada dasarnya: Dia menegurmu dengan sangat nyata itu, dan relakan sepenuhnya hatimu, bos. Ketika anakmu protes kepadamu sebagai orang tua, maka luruhkan hatimu, bukannya anakmu itu nakal, tetapi mereka membutuhkan dan sangat amat akan perhatianmu, sepenuhnya. Ketika rakyat itu protes, maka sebagai pemimpin jangan tergesa menyangka mereka itu rakyat yang tidak baik, atau rakyat yang membenci pemimpin atau rakyat yang "waton suloyo" serta rakyat yang benci kepada pemimpinnya namun mereka rindu akan kasih sayang pemimpin ini untuk tak menunda kebijakan yang nuansanya kasih sayang dan cinta: segera!!


Ketika ada sahabat yang protes kepada kita akan tuntutan supaya kita itu jadi orang jangan "ngomong doank" tentang kisah-kisah hidup ini, maka jangan marahi dan jangan benci sahabat itu, malah prasangkahilah mereka bahwa mereka itu bagian dari utusanNya, agar kita membuktikan antara kata dan perbuatan nyata itu, indahnya sahabat itu.


Ketika ada murid protes kepada guru, maka hati-hatilah wahai para guru bahwa itu tanda mereka [murid-muridmu itu] meminta akan perhatianmu sebagai guru, dimana guru itu adalah ayah bagi anak-anak itu. Ketika ada jama'ah yang protes kepada imamnya, jangan prasangkai itu jama'ah yang berhati busuk namun [bagi imam] terimalah dan sadarilah bahwa imam itu bukan malaikat, maka lewat jama'ah itulah imam bisa menjadi manusia, yang nyata-nyata punya salah dan dosa.


Ketika tetangga protes, maka bagi kita juga jangan cepat menyimpulkan bahwa itu tetangga jelek, boleh jadi kita yang jelek itu, maka lewat tetangga itulah Dia menegur kita sebenarnya. Ketika pembantu rumah tangga kita protes, tuan rumah jangan tergesa menyimpulkan bahwa itu pembantu yang tidak benar, boleh jadi lewat pembantu inilah kebenaran itu datang di rumah kita, supaya kita memberikan hak-haknya yang kita lalaikan--padahal ia telah menunaikan cinta seluruh dirinya di rumah ini. Dari sudut pandang ini bisa ditarik garis pemahaman bahwa protes dengan berbagai bentuknya, dari yang kasar atau halus itu sebenarnya merupakan teguran dariNya, karena kata-kata itu bayangan jiwa dan jiwa itu darimana kalau bukan dari pantulan cahayaNya.


Jadinya, bila ada sebuah protes maka harus diurai secara jujur dan lapang dada, yang pada ujungnya penguraian itu akan membuahkan hasil bahwa pemprotes bagi kita adalah bentuk nyata keinginanNya, agar ada perubahan pada diri kita untuk menjadi yang lebih baik ini. Bukankah sekelas kejahatan saja, itu sebenarnya adalah cahaya yang belum terkuak kedoknya, atau keburukan adalah sebenarnya kebaikan yang tidak mendapat ruang itu. Apalagi sekelas protes, tentu tidak bisa kita anggap keburukan atau kejahatan, ia ada didekat kita setiap waktu....


Kawan-kawan, aku tulis catatan ini setelah membuka fbku pagi ini, ada kiriman dari Kang Rudd Blora dan Kang Susilo, berisi pengumuman pos-pos bantuan beserta nomor hp-nya, kiriman ini amat menyentak hatiku, sepertinya Kang Rudd dan Kang Susilo memprotes diriku: Hai Kiai Budi, jangan nulis melulu, jangan cerita melulu, kapan kau hadir di tengah tangisan umat ini, kapan kau menyeka tangisan hamba ini, kapan, kapan, kapan? Bahkan aku dalam-dalamkan sendiri: Hai Kiai Budi, kamu ini jangan "nyocot doank", derita tak bisa kau jawab dengan kata dan do'a!!!....


Aku tahu sahabat-sahabatku ini, protes Cinta padaku dengan lembut, tepat pada saat aku menunggu anakku Gus Syahiq untuk aku ajak "ngamen" dengan lagu yang ia bisa: You are not alone itu. Tunggulah kawan, aku akan menyusulmu, trimakasih atas protesmu yang halus ini sebagai bentuk cintamu padaku, sepertinya kau menasehatiku jangan menunda cinta, sebagaimana yang Kang Ruud dan Kang Susilo tahu: siapa diriku ini....


Jazakumullah dan barokallah, Labbaik Gus!!!


catatan : 

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian. 



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel