PROTES CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono
Rabu, 20 Agustus 2014
Sedulurku
tercinta, menurutku kata kasar itu tidak ada, karena ia hanya aran
[sebutan] yang bila dipandang ruh dari kata itu, aku menyangka malah
inti do'a yang akan menjadikan semangat menuju kebaikan itu,
kepadaNya. Adalagi sindiran yang halus, dan ini membutuhkan kepekaan
hati karena orang itu mengkritik dan memprotes dengan kelembutan,
yang pada ujungnya hanya untuk pemenuhan akan kepedulian tentang
kasih sayang dan cinta itu.
Para
suami ketika menghadapi istri yang protes, jangan tergesa
diprasangkai tanda bahwa istri itu benci, padahal hakekatnya ingin
disayang lebih dari yang sudah ada itu, lebih dari yang sudah
ditunaikan itu cintamu. Ketika karyawan protes, pihak perusahaan
mustinya jangan tergesa marah atau benci kepada karyawan ini,
mustinya menyadari lewat protes mereka itulah pada dasarnya: Dia
menegurmu dengan sangat nyata itu, dan relakan sepenuhnya hatimu,
bos. Ketika anakmu protes kepadamu sebagai orang tua, maka luruhkan
hatimu, bukannya anakmu itu nakal, tetapi mereka membutuhkan dan
sangat amat akan perhatianmu, sepenuhnya. Ketika rakyat itu protes,
maka sebagai pemimpin jangan tergesa menyangka mereka itu rakyat yang
tidak baik, atau rakyat yang membenci pemimpin atau rakyat yang
"waton suloyo" serta rakyat yang benci kepada pemimpinnya
namun mereka rindu akan kasih sayang pemimpin ini untuk tak menunda
kebijakan yang nuansanya kasih sayang dan cinta: segera!!
Ketika
ada sahabat yang protes kepada kita akan tuntutan supaya kita itu
jadi orang jangan "ngomong doank" tentang kisah-kisah hidup
ini, maka jangan marahi dan jangan benci sahabat itu, malah
prasangkahilah mereka bahwa mereka itu bagian dari utusanNya, agar
kita membuktikan antara kata dan perbuatan nyata itu, indahnya
sahabat itu.
Ketika
ada murid protes kepada guru, maka hati-hatilah wahai para guru bahwa
itu tanda mereka [murid-muridmu itu] meminta akan perhatianmu sebagai
guru, dimana guru itu adalah ayah bagi anak-anak itu. Ketika ada
jama'ah yang protes kepada imamnya, jangan prasangkai itu jama'ah
yang berhati busuk namun [bagi imam] terimalah dan sadarilah bahwa
imam itu bukan malaikat, maka lewat jama'ah itulah imam bisa menjadi
manusia, yang nyata-nyata punya salah dan dosa.
Ketika
tetangga protes, maka bagi kita juga jangan cepat menyimpulkan bahwa
itu tetangga jelek, boleh jadi kita yang jelek itu, maka lewat
tetangga itulah Dia menegur kita sebenarnya. Ketika pembantu rumah
tangga kita protes, tuan rumah jangan tergesa menyimpulkan bahwa itu
pembantu yang tidak benar, boleh jadi lewat pembantu inilah kebenaran
itu datang di rumah kita, supaya kita memberikan hak-haknya yang kita
lalaikan--padahal ia telah menunaikan cinta seluruh dirinya di rumah
ini. Dari sudut pandang ini bisa ditarik garis pemahaman bahwa protes
dengan berbagai bentuknya, dari yang kasar atau halus itu sebenarnya
merupakan teguran dariNya, karena kata-kata itu bayangan jiwa dan
jiwa itu darimana kalau bukan dari pantulan cahayaNya.
Jadinya,
bila ada sebuah protes maka harus diurai secara jujur dan lapang
dada, yang pada ujungnya penguraian itu akan membuahkan hasil bahwa
pemprotes bagi kita adalah bentuk nyata keinginanNya, agar ada
perubahan pada diri kita untuk menjadi yang lebih baik ini. Bukankah
sekelas kejahatan saja, itu sebenarnya adalah cahaya yang belum
terkuak kedoknya, atau keburukan adalah sebenarnya kebaikan yang
tidak mendapat ruang itu. Apalagi sekelas protes, tentu tidak bisa
kita anggap keburukan atau kejahatan, ia ada didekat kita setiap
waktu....
Kawan-kawan,
aku tulis catatan ini setelah membuka fbku pagi ini, ada kiriman dari
Kang Rudd Blora dan Kang Susilo, berisi pengumuman pos-pos bantuan
beserta nomor hp-nya, kiriman ini amat menyentak hatiku, sepertinya
Kang Rudd dan Kang Susilo memprotes diriku: Hai Kiai Budi, jangan
nulis melulu, jangan cerita melulu, kapan kau hadir di tengah
tangisan umat ini, kapan kau menyeka tangisan hamba ini, kapan,
kapan, kapan? Bahkan aku dalam-dalamkan sendiri: Hai Kiai Budi, kamu
ini jangan "nyocot doank", derita tak bisa kau jawab dengan
kata dan do'a!!!....
Aku
tahu sahabat-sahabatku ini, protes Cinta padaku dengan lembut, tepat
pada saat aku menunggu anakku Gus Syahiq untuk aku ajak "ngamen"
dengan lagu yang ia bisa: You are not alone itu. Tunggulah kawan, aku
akan menyusulmu, trimakasih atas protesmu yang halus ini sebagai
bentuk cintamu padaku, sepertinya kau menasehatiku jangan menunda
cinta, sebagaimana yang Kang Ruud dan Kang Susilo tahu: siapa diriku
ini....
Jazakumullah
dan barokallah, Labbaik Gus!!!
catatan :
K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan. Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2 Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.