OBAT CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, cinta itu sebenarnya adalah suatu penyakit, tetapi justru ia menyelamatkan penderitanya dari setiap penyakit--menjadi obat, jadi bila seseorang menderita penyakit cinta maka ia tidak akan pernah mengalami penyakit lain. Rumi sampai menyatakan: aku telah mati tetapi hidup kembali, aku adalah tangis tetapi kini aku tersenyum, Cinta datang dan mengubahku menjadi keagungan kekal.

Bila melihat kenyataan ini berarti cinta adalah kesehatan rohani, bahkan hakekat kesehatan, dimana para penggila kenikmatan akan membelinya, meskipun dengan mengorbankan seluruh kesenangan dan kenyamanan mereka, sekiranya para penguasa mengetahuinya niscaya mereka akan menghunuskan pedangnya demi meraih cinta itu. Lagi, Rumi lebih lantang bicara: Sungguh cinta tidak butuh alam. Jika terpikat dengan sang Kekasih dan meniadakan yang lainNya dianggap suatu kegilaan, maka aku adalah pemimpin orang-orang yang gila. Semua penderita sakit pasti berharap sembuh, kecuali penyakit cinta yang justru berharap agar penyakitnya semakin "parah".

Mereka suka bila kepedihan dan derita mereka semakin bertambah. Dalam cinta, kedengkian mencair sebagaimana garam dalam air. Cinta abadi adalah tongkat sihir, cinta bisa menyihir hati yang membatu dan kering serta karakter-karakter yang membangkang dan culas, lalu menggiringnya ke arah yang dikehendakiNya. Cinta yang murni akan mengubah musuh bebuyutan menjadi sahabat yang setia dan mengubah kebencian dan permusuhan menjadi kasih dan persahabatan. Cinta mampu membentuk dua kubu yang saling bertarung dan berperang menjadi satu kesatuan dan satu hati, jika ada anggota tubuh yang merasa sakit maka semuanya juga merasa sakit.

Bila kita cermati keadaan yang sedemikian dilematis pada berbagai sudut, maka satu hal yang dilupakan adalah berkurangnya cinta yang tidak ditebar di antara manusia. Cinta di hati ini adalah amanat langit yang bisa mensucikan segala yang kotor, tanah liat itu juga mengandung air tetapi tidak bisa dipakai membasuh ke dua tanganmu. Jangan dikira bahwa sesuatu yang berdebar di dada kita adalah hati. Sungguh hati lebih tinggi daripada langit yang tinggi, seperti hati para Nabi dan orang-orang pilihan.

Persamaan antara hati yang mati dan hidup hanya dalam kata [penamaan] dan kemiripan fisikal, keduanya dinamakan hati. Seperti penamaan air yang mengalir pada mata air yang jernih dengan air yang mengalir di sungai, keduanya dinamakan air. Begitu juga air yang bercampur tanah dan lumpur serta air yang ada di rawa-rawa, semuanya dinamakan air. Namun air yang pertama dapat memuaskan dahaga dan mensucikan pakaian, sedangkan yang kedua tidak dapat digunakan bahkan untuk cuci tangan atau menghilangkan kotoran dari pakaian.

Dari sinilah Rumi menyatakan: Kalian jangan tertipu oleh kata "hati" [jantung], hati bukan organ yang berdebar di dadamu tempat berkumpulnya syahwat dan ambisi. Bukanlah hati, sesuatu yang tidak merasakan cinta dan tidak mengenal makna "yakin" serta tidak memiliki kerinduan....

Kawan-kawan, rasakanlah itu, kalau sudah merasakan maka apa pun peraturan dariNya kita taati lalu akan membawa hati dari alam yang sempit ke alam yang lebih luas, dari cinta ke makhluk menjadi cinta kepada Khaliq, dari sini Cinta akan menjadi obat semua penyakit itu....

Reguklah Cinta, wahai kamu: diriku....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel