KESADARAN CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono
Rabu, 20 Agustus 2014
Sedulurku
tercinta, ketika aku naik bus perjalanan luar kota, ada satu hal yang
aku persiapkan, yakni uang untuk para saudaraku yang menyongsong
rejeki dengan pertarungan--yakni para pengamen itu. Mereka ternyata
antre untuk tampil di perjalanan itu, dengan berbagai jenis musik
yang mereka kuasahi dan dengan peralatan yang mereka punyai serta
dengan ekspresi mereka yang berbeda-beda.
Ada
seorang perempuan muda berbadan gemuk, suaranya parau dan amat pelan,
beralat musik tutup botol yang dipaku pada sebilah kayu pendek,
menyanyi campursari seadanya--dengan gaya cuek bebek, berlalu.
Kemudian ada pengamen berpasangan--kali ini jenis
ndangdut--berdendang dengan lirik-lirik mendayu merayu merdu,
kemudian berlalu. Lalu ada yang bernyanyi dengan gitar kecil,
bernyair melalui lagunya dalam bentuk kritik sosial dan
komedi--menurutku sangat kreatif, berlalu.
Diselingi
seorang wanita, membawa kotak amal--katanya untuk pembangunan
musholla, menunjukkan surat-surat serta alamat lengkapnya, tentu
didahului khutbah seadanya yang sesuai dengan kepentingannya,
berlalu. Diselingi lagi para penjual barang yang langsung meletakkan
jualannya di pangkuan itu, membeli atau tidak bukan masalah, berlalu.
Diselingi
lagi penjual kopiyah dengan agak sedikit panjang berkhutbah--dengan
model yang sama--meletakkan dagangannya di pangkuan para penumpang,
berlalu walau diacuhkan. Kali terakhir ada yang menggelitik hatiku,
sosoknya kurus tinggi, bergitar besar, dengan bertutur lembut [pakai
bahasa jawa], memberikan prolog sebelum dia bernyanyi: Kepada Bapak
sopir dan kernet yang saya hormati serta Bapak Ibu para penumpang
yang sangat saya cintai, sebuah perjalanan hidup selalu berhadapan
dengan berbagai masalah, jangan sampai menghadapinya dengan marah dan
jengkel tetapi hadapilah dengan segenap kerelaan yang penuh--sepenuh
hati, termasuk juga kala menghadapiku ini [aku lihat dia bilang
sambil tersenyum], lalu dia beruluk salam lengkap--salam sejahtera,
assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh!
Lagu
yang ia dendangkan sejenis pop, namun bisa di abstraksikan secara
ruhaniyah--walau petikan gitarnya tidak begitu piawai, pesan lagu itu
tergantung tingkatan penerimanya itu. Coba simaklah: Bila cinta
menggugah rasa/begitu indah mengukir hatiku/menyentuh jiwaku/hapuskan
semua gelisah/Duhai cintaku,duhai pujianku/datang padaku dekat di
sampingku/ku ingin hidupku selalu dalam pelukannya/Terang saja aku
menantinya/terang saja aku mendambanya/terang saja aku
merindunya/karena dia,karena dia,begitu indah/Duhai cintaku pujaan
hatiku/peluk diriku dekaplah jiwaku/bawa ragaku melayang/memeluk
bintang/Terang saja aku menantinya/terang saja aku mendambanya/terang
saja aku merindunya/Begitu indah/begitu indah/begitu indah/begitu
indah/begitu indah/begitu indah.
Bapak
sopir dan kernet serta para penumpang yang berbahagia--lanjutnya,
itulah lagu dari Group musik Padi, kali ini akan aku nyanyikan
lagunya Gigi, dengarkanlah: Sinar matamu pancarkan kedamaian/Yang
slama ini kita impikan/Lirih suaramu taburkan kesejukan/Besar artinya
untuk diriku/Lembut sikapmu/Hadirkan kehangatan/Yang slalu ingin
kuungkapkan/Manis senyummu getarkan jiwa ini/Abadilah adanya
dirimu/Damainya cinta untukmu/Yang tak kan mungkin hilang
semua/Lembutnya cinta untukku/Kan kupeluk selamanya/Akhirnya cinta
menunggu di sana/Raih dengan hati yang terbuka.
Bapak
Ibu para penumpang yang tercinta--lanjutnya, itulah yang dapat aku
berikan dalam menemani perjalanan, walau sesaat barangkali akan
menjadi kenangan yang indah di hatimu semua, disamping itu aku
mendo'akan: semoga engkau semua dianugrahi panjang umur rajin ibadah,
dianugrahi rejeki yang banyak halal dan barokah, dianugrahi anak cucu
yang saleh dan salekhah, dianugrahi keselamatan dunia dan akhirat,
amin2 ya robbal'alamin.
Disamping
itu--lanjutnya, saya mengingatkan nanti kalau turun jangan sampai
lupa barang bawaannya, walau barang itu tidak begitu berarti namun
sangat penting buat keluargamu semua yang menanti di rumah--apalagi
oleh-olehnya itu, jangan meletakkan barang sembarangan, waspadalah,
waspadalah [menitu Bang Napi] karena kejahatan itu bisa terjadi
karena adanya niat dan kesempatan.
Selamat
jalan--lanjutnya, selamat beristirahat dalam perjalanan semoga sampai
tujuan, amin, saya sadar bahwa engkau semua punya hati dan perasaan:
kenapa aku bernyanyi....
Kawan-kawan,
kalimat yang terakhir begitu menyentuhku, saat itu aku memintanya
lagi menyanyi, ia menggelengkan kepalanya sambil senyum. Pengamen itu
dimataku mengingatkan akan simbol untuk berdo'a kepada Tuhan, bagai
orang mengamen itu. Kanjeng Nabi mengabarkan bahwa setiap do'a akan
dikabulkannya, cuma harus disadari akan waktunya: dikabulkan
langsung, atau ditunda waktunya, dan masih tersimpan kokoh disisiNya,
bagi yang sampai sekarang belum terkabul ketahuilah: boleh jadi Tuhan
senang akan suaramu itu....
Bagai
pengamen yang indah tadi, tentu bukan receh yang akan
diberikannya....
Sip,
Sip, Sip….
catatan :
K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan. Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2 Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.