CEMBURU CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono
Rabu, 20 Agustus 2014
Sedulurku
tercinta, sebagaimana dalam dunia keintiman jasadiyah persuami
istrian, baju-baju harus dilepaskan, demikian juga dalam keintiman
ruhaniyah kepadaNya maka segala atribut harus ditanggalkan--kata
Rumi, karena tidak selayaknya ada yang pantas dibawa kecuali cinta
hanya kepadaNya itu, sepenuhnya hatinya.
Dalam
keintiman jasadiyah saja kata-kata menjadi tidak berguna lagi karena
asyik dalam tatapan cinta--dan indahnya pertemuan, demikian juga
dalam keintiman ruhaniyah kepadaNya, mulut terkunci dan kebahagiaan
membuncah di dada ini--tak terbahasakan. Bagi yang merasakan tidak
akan mungkin mampu menerangkan kelezatan keintiman itu, bagi yang
tidak merasakan maka tak akan mungkin bisa menikmati indah dan pesona
keintiman itu, sama sekali.
Wanita
sebagai tajalli kecantikanNya atau jamaliyahNya, maka ia disebut
bayang-bayangNya karena tataran seorang lelaki--sebagai kamaliyahNya
atau kegagahanNya, manakala akan semakin menanjak pada tataran
rukhaniyah keintiman kepadaNya, maka harus menyelami jiwa wanita itu
sedalam-dalamnya.
Siapapun
lelaki yang meremehkan wanita--misalnya dalam rumah tangganya atau
melacur, maka ia akan kesulitan menemukan jalan menuju keintiman
kepadaNya. Salah satu sifat yang dimiliki wanita yang paling menonjol
adalah adanya kecemburuan itu, dimana dalam dunia keintiman harus dia
yang menjadi pusat tatapannya. Demikian juga dalam sisi dan ranah
ilahiyah, hanya Dia yang harus menjadi pusat pandangan hati, tak ada
yang lain.
Lihatlah
apresiasi para pecinta Dia, misalnya Rumi yang menyatakan: Alis, tahi
lalat, dan kemerahan bibir wanita, Dia lebih nampak terang dibalik
selubung nan halus ini. Tataran disini maksudnya, kalau sama selubung
halus ini saja manusia sudah sedemikian jatuh hati, apalagi yang
memolesnya dengan jemari lembutNya itu--yakni Allah swt, tentu
manusia akan menemukan pesona yang tak bertepi dalam hatinya atas
tatapan itu.
Berbahagialah
para wanita yang menemukan lelaki dengan sudut pandang yang sangat
rukhaniyah itu, tentu lelaki itu akan memuliakannya sebagai tataran
adab dan tatakrama dalam hubungannya dengan Dia itu. Dan
berbahagialah juga para lelaki yang menemukan wanita dengan polesan
jemari lembutNya itu, dalam bentuk indahnya adab dan tatakrama
pergaulannya--termasuk keintimannya.
Dalam
sebuah syair disebutkan: hal yang pokok [wajib] bagi manusia adalah
mengenal siapa Tuhannya. Ketika manusia mengenal siapa Tuhannya, maka
ia kan mengetahui peraturan-peraturan yang menjamin akan keselamatan
dan kebahagiaan dunia akhiratnya. Peraturan-peraturan itu sedemikian
teliti dan lengkap, supaya manusia bisa mencercap cintaNya itu. Rumi
sampai berpesan: isaplah ajaran-ajaran Tuhan bagai bayi mengisap
puting susu Ibunya itu, kalau bayi mengisap puting susu Ibunya akan
berkembang jasadnya, kalau manusia mengisap ajaran-ajaran agama maka
akan berkembang ruhaniyahnya secara nyata--walau bertahap atau
pelan-pelan.
Kalau
lelaki dan wanita sudah sampai pada tataran menatap kepada Dia
semata, maka mereka akan memperoleh keluasan dan kejembaran dalam
kalbunya, juga dalam pergaulannya secara syar'i itu. Di luar koridor
ajaran-ajaran itulah yang menjadikan Allah cemburu, karena kalau itu
terjadi bisa membawa manusia menuju selainNya. Cemburu di sini
disebabkan adanya ego yang menghalangi dalam tatapan CintaNya, dan
induk dari segala berhala--kata Rumi--adalah apa yang disebut: aku
itu.
Ada
salah seorang mengetuk pintu Tuhan,dan Dia bertanya: siapa itu?
Aku--jawab seseorang. Pergilah wahai fulan--sergah Allah, di sini
tiada yang mendua. Dua puluh tahun kemudian,setelah seseorang itu
melakukan tirakat atau riyadhah dan menemukan dirinya, lalu mengetuk
pintuNya lagi. Siapa itu--tanya Dia. Engkau--jawab si fulan itu. Maka
Dia menjawab: silahkan masuk, di sini ada tempat untuk kita berdua.
Bedakan antara mendua dengan ada tempat untuk kita berdua itu, mendua
itu menujukkan ketakkhusyu'an dan ada tempat untuk kita berdua itu
menunjukkan keintiman hubungan. Cemburu di sini bukan karena Dia
tersakiti [hal ini mukhal], tetapi cemburu itu merupakan tanda
cintaNya bahwa hamba sebagai kekasihNya itu agar tidak tersesat jalan
titiannya, agar hamba itu menjadi setia, setia, setia, setia....
Kawan-kawan,
dalam hubungan perjodohan ini bisa menjadi miniatur dalam menggapai
keridloanNya, rukunlah selalu dan setialah selalu dalam rumah tangga
dan perjodohan ini karena suasana rukun adalah suasana surga yang
diturunkan Tuhan di bumi--sabda Kanjeng Nabi saw, bukan sebaliknya
cekcok melulu, karena ketakrukunan itu suasana neraka yang diturunkan
Tuhan di bumi....
Na'udzubillahi
mindzaalik...
catatan :
K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan. Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2 Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.