BINGUNG CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, Dia ada di sebuah tempat yang tak terjangkau oleh pemikiran, tetapi ketika engkau menengok Dia dalam dirimu, engkau tidak akan curiga Dia di negri antah brantah, Dia ada di sana, ini adalah sebuah misteri yang Real, Nyata. Hanya Allah sajalah yang ada, jangan mendekati Dia hanya ketika terserimpung oleh jeratan dengan dunia, kalau kepepet ya tidak mengapa. Jangan seperti ombak yang hanya bernyanyi ketika terhempas di pantai, jadilah air bak menggubah dunia dengan amal pemberian itu.

Aku sering dongeng dengan banyak kisah, tetapi aku menyadari bahwa aku sendiri adalah sebuah dongeng. Dia tidak bersatu, juga tidak terpisah. Aku sendiri berlagak sok tahu, sok suci menyendiri, atau berlebih-lebihan, namun segala sesuatu yang aku bahasakan sangatlah tidak tepat: bagaimana aku dapat melukis gambar Dia itu?

Bagiku, kebingungan mistis ini adalah bagai burung amat sangat indah itu, yang kadang aku rasakan hinggap di atas kepalaku, kalau aku banyak omong dan gerak, Dia langsung terbang entah kemana, kalau aku berharap hinggap lagi, selalu menderaku harap-harap cemas: mungkinkah Dia datang lagi? Untuk menanti kedatangan burung indah itu, aku bacakan senandung cinta untuk menunjukkan aku rindu, dan hasrat ini sangat menggebu.

Ternyata Dia memberi syarat yang sangat berat: Aku mau bersamamu, tetapi jangan bicarakan sesuatu tentang ini dan itu, aku datang dalam keintiman, hanya ingin bercumbu denganmu, jangan buang waktu. Cinta penghancur perbedaan dan pengungkap Kesatuan.S egala sesuatu di dunia ini makan dan dimakan, semua perjalanan berakhir dengan tragedi, tetapi ada dunia lain yang bergerak selamanya.
Di dunia ini pencinta tak pelak terpisahkan, tetapi di dunia lain bersatu selamanya. Semua benda yang indah ini tidak berarti dibandingkan dengan Lautan nan dalam. Aku sering mengingat bagian-bagian, meninggalkan untuk menatap pada Keseluruhan, padahal kebaikan dan keburukan berasal dari Satu Sumber.

Apakah keburukan berasal dari Tuhan? Pertanyaan ini jelas salah, karena mana ada Tuhan punya kecacatan, malah keburukan adalah bagian dari kesempurnaanNya. Seorang Pelukis tentu suka-suka ia menggoreskan bakatNya dengan tanpa batas. Aku harus mengerti Ruh yang Satu, memecah menjadi bentuk-bentuk tak terhingga kala ia melewati dunia ini. Aku harus memahami bahwa samudra kesadaran itu luas, dan bentuk-bentuk itu muncul ke permukaannya bagai wadah-wadah, setelah wadah penuh maka ia akan tenggelam dalam kedalamannya. Siapa kawan yang tidak ingin tenggelam dalam Tuhan, sebab orang mengira permukaan itu lebih baik, ternyata di kedalaman itu terdapat mutuara-mutiara yang tak terhingga nilainya.

Banyak orang ingin jadi abu, tetapi--termasuk aku--takut pada api. Cinta adalah api yang melahap segala sesuatu selain Kekasih. Bila ini adalah apiMu, musti bagaimana rupa api itu, bila ini adalah ratapanMu, hasratku tak sabar menanti kehadiranMu, yang sungguh cantik dan teramat manis. Aku mengeluh selalu, aku senang dalam kekasaranMu maupun kelembutanMu. Bila kadang aku bisa mencercap Taman Kesenangan, hasrat ini merasakan ketakhinggaan lapis keindahan itu, aku tetap merintih, bagai orang yang ketingalan pesta makan yang manis dan lezat....

Kawan-kawan, teruskan kebingunganku ini, kebingungan cinta, Kekasih adalah Esa, yang tidak berawal dan berakhir, ketika engkau temukan Dia, engkau tak akan mengidamkan yang lain, Dia lah yang Maha Lahir dan Yang Maha Batin, Dia lah, Dia lah, Dia lah....

catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel