ANAK CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, ada anak bertanya pada bapaknya, bapak--tanyanya, kenapa orang-orang itu menyembah-nyembah api, aku kok melihat ada yang menciptakan api nampak lebih terang di hatiku? Aku tidak tahu nak--jawab ayahnya, itu sudah tradisi, memikirkan kebutuhan harian saja sedemikian sulit, aku tidak sampai berfikir seperti itu, kalau memang itu dahaga hatimu, jangan kau hina mereka, karena jiwa itu bagai seruling yang lengkingannya kalau ditiup itu hanya membahasakan rindu untuk kembali ke rumpun bambu yang telah lama pisah itu, kalau kau ingin tahu jawabannya, carilah di daerah timur tengah sana, tepatnya di daerah Palestina, cuma syaratnya kau harus berani berpisah dengan bapak-ibu dan saudara-saudaramu.
Dialog ini terjadi di tanah Rusia, tepatnya di Azerbagain. Hati yang telah terbakar oleh cinta dengan hasrat mencari, menjadikan anak umur belasan tahun ini, mengembara melalui belantara padang sahara pasir, yang ganas alam dan perjalanannya. Dan kedua orang tuanya memberikan kecintaan tulus dan percaya, bagai busur panah, dan anak itu anak panahnya, dilepas dengan keyakinan penuh tepat bidikannya.
Sebelum anak ini sampai tujuan yang ditunjuk orang tuanya, mengalami ditangkap perampok dan dijual menjadi budak berulang-ulang, sampai bebas dan sampailah di tanah Palestina itu dengan selamat, sudah agak dewasa umurnya. Ketika menjumpai seorang pendeta Yahudi dengan kitab Tauratnya, dia memperoleh peningkatan pencarian, lagi2 ia ingat pesan ayahnya, tidak boleh menghina apa dan siapa.
Dalam kitab Taurat ini dia menanyakan akan adanya utusan Tuhan sebagai pamungkas, yang akan hidup di daerah yang ada pohon kurmannya. Pendeta Yahudi itupun menunjukkan nama utusan itu, dan bertanyalah kepada Pendeta Nasrani.
Ketika ia menemui pendeta Nasrani, hal yang diterangkan Pendeta Yahudi benar adanya, dan di kitab injil ini diterangkan, namanya Ahmad, beserta ciri-cirinya. Bahkan pendeta Nasrani mengabarkan bahwa dia akan hijrah di daerah yang ada pohon kurmanya itu. Langsung sang pengembara ini menuju tempat yang dimaksud dalam kitab, tempat hijrahnya Kanjeng Nabi itu,dan dalam menunggu atas kehadiran Kanjeng Nabi, ia bekerja sebagai pemanen kurma.
Pas pada hari Kanjeng Nabi Hijrah itu, ia berada di pohon kurma, terdengar sayup suara yang dibawa oleh angin, mengabarkan kepada dia atas kehadiran Rasulullah. Thaalaal badru alainaa min tsaniatil wadaak wajabasysyukru alaina madaalillahidaak….
Seketika dia lumpuh diatas pohon kurma (methotholen--bhs jawanya), lalu turun tanpa memanjat, sampai di bawah berjalan dengan tangannya menggapai-ngapai pasir mendekat pada kafilah Kanjeng Nabi. Riuh rendah manusia gembira, dengan melongokkan kepalanya di antara kaki-kaki orang itu, tepat saat memandang dengan pandangan yang telah diketahuinya atas kenabian itu, pingsanlah dia.
Baru, setelah usai gempita kegembiraan itu ia siuman dan dihadapkan pada Kanjeng Nabi, pembawa agama cinta ini, ia masuk Islam. Menjadi sahabat Nabi setia, dan paling dianugarahi umur panjang, walau melewati perang-demi perang...
Siapa dia kawan2, inilah yang bernama Salman Al-Farisi itu...


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel