SOBEKAN CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, sebenarnya hidup itu kalau terhadap pihak lain yang dicari dan dikenang adalah kebaikannya supaya tumbuh cinta di dada, sekecil apapun jasa baiknya. Soal aib pihak lain itu mustinya ditutupi, sekecil apapun aib-aib itu. Sebaliknya solan diri sendiri, yang dibeberkan adalah aibnya: aku ini masih bodo, masih hina, masih apes, masih rendah martabat, kurang segalanya. Adapun soal kebaikan berusaha menyimpan rapat-rapat, biar hanya Allah saja yang tahu. Subhanaka inni kuntu minadhdhalimiin. Robbana dhalamna anfusanaa. Jadi arah yang musti dihadapi bukan orang lain sebagai sasarannya, tetapi: Wahai kamu, diriku!

Kanjeng Nabi selalu menyarankan demikian: mulailah dari dirimu! Allah juga demikian: Jagalah dirimu dan keluargamu, dari neraka! Ada sebuah syair yang mengatakan: Hadapilah dirimu dan sempurnakan keutamaan diri. Engkau dikatakan manusia bukan lantaran jasadmu tetapi lantaran Ruh mu! Orang sering berasumsi bahwa diri ini hanya seonggok daging, padahal kalau dicermati dari berbagai sudut pandang ilmu manusia ternyata sebuah misteri juga.

Dalam diri manusia ada 360 sendi, ada sekitar 400 karakter yang di simbolkan oleh 400 jenis wayang purwo, ada Pendowonya juga ada Kurowonya dalam diri. Kebanyakan orang memaknahi amar makruf nahi mungkar, selalu ditudingkan dan dialamatkan kepada pihak lain, terakhir Iblis yang salah. Padahal Iblis dicipta untuk menjadi legislator kelulusan menjadi manusia atau belum, lulus atau belum. Bahkan Iblis amat bosan kepada manusia yang belum digoda malah datang kepadanya: tangkaplah daku! Iblis rindu kepada manusia yang akan berkata kepadanya: tidak!

Dus, syari'at pada langkah awal musti ditudingkan kepada diri kita sendiri dulu. Dalil pun jangan dijadikan menghina orang lain, tetapi untuk parameter kita sendiri sudah sesuai atau belum dengan aturan Tuhan. Kadang aku tertawa geli, orang mau memperolok orang lain kok ndadak pakai dalil, rekoso men Rek! Lihatlah kisah ketika dua orang ulama' sowan ke Sunan Kalijogo, sudah beliau sengaja ketika mengajak solat, beliau paka sarung yang sobek sedikit, yang menurut orang yang ideal sudah batal. Ternyata dua ulama' ini dalam sholatnya mengamati dan mengomentari dalam hati, sholatnya apa diterima model begini. Begitu selesai sholat dua ulama' ini dengan crigis membawa banyak dalil menegur kepada Kanjeng Sunan: Kanjeng Sunan, sholat kita tadi apa diterima, karena kami lihat sarung Kanjeng Sunan sobek sedemikian rupa?

Dengan tersenyum Kanjeng Sunan Kalijaga menjawab: maafkan aku Gus, aku akui dalam penggapaian cinta kepadaNya yang tak bertepi, aku selalu merasa belum sempurna, sehingga menjadikan aku tidak pernah menegur atau tidak sempat punya waktu untuk mengukur pihak lain atas kegairahan hatinya dengan pengetahuanku yang ala kadarnya, kalau panjenengan menegurku hasil pengamatan dalam sholat panjenengan, berarti--nuwun sewu--sholat panjenengan tadi bukan menghadap Allah, tetapi menghadapi sarungku yang sobek ini….

Kawan-kawan, Kanjeng Sunan meneruskan, kalau melihat kesalahanku ini tentu Gusti Allah duko (marah), tetapi Gusti Allah luas cintanya, sehingga Dia menyatakan sendiri: sesungguhnya cintaku mengalahkan marahku….
catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel