PIJET CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, Anda bila mengeng cinta Ibumu, pasti tumpah ruah hatimu, dari sanalah cinta tidak bisa diterangkan namun kuyup dirasakan, yang pada ujungnya kita sadari tak terbalaskan. Ibumu, Ibum, Ibumu--sabda kekasih Allah itu. Memang aku selalu bilang dimana-mana, bila anda ingin memahami cinta, jangan sekedar membaca leteratur cinta, namun tataplah aura ibumu, ibumu, ibumu.
Kalau panjenengan melihat pada diriku percikan cinta, maka aku akui percikan itu bersumber dari cinta Ibuku itu. Ketika aku menyaksikan dari dirimu percikan cinta, aku yakin itu bersumber dari cinta Ibumu itu. Kalau sampai hari ini Ibu panjenengan masih sehat menemanimu, berbahagialah kawanku, bisa kau tumpahkan segala cinta dan takdzimmu padanya, doa-doamu bisa diamini beliau yang menjadikan Tuhan sungkan kalau sampai tidak mengabulkan harapan-harapanmu, atas keramat bibir Ibumu mengaminimu itu.
Ridlo beliau menjadi tanjakan ridloNya, duko beliau menjadi jatuhnya murkaNya. Aku mendoakan Ibumu semua, sehat wal afiat dan panjang umur, bisa menyaksikan nyanyian-nyanyianmu, dosa-dosanya diampuni Tuhan, bukankah hati orang tua bernyanyi pada anak-anaknya. Senyum Ibumu terhadapmu, bagiku cukup menjadi saksi atas senyum Tuhan itu padamu kawan. Berbahagialah engkau masih ditungguhi Ibumu!
Bagi yang Ibunya sudah meninggal, seperti aku, ayolah kita lanjutkan kidung cintanya menebar tanpa batas, dengan sesama. Kalau mereka orang tua, anggaplah orang tuamu, kalau mereka lebih tua anggaplah kakakmu, kalau mereka sama umurmu anggaplah teman dan sahabatmu, kalau mereka lebih muda anggaplah adikmu, kalau mereka anak-anak anggaplah anak-anakmu jua. Semua keluarga Tuhan, jangan kita sakiti, harus kita bahagiakan.
Bermula dari Ibuku, yang membiasakan terhadap anak-anaknya, kalau dipandang lelah, Ibuku menawarkan untuk memijiti sudah sambil memegang kaki kami---kesel yo Le (payah ya Nak), sapanya kala aku merebahkan tubuh di amben (ranjang kayu) rumah ndeso, menit-menit berikutnya aku sudah terlelap, masih terasa didekap dengan kehangatan cintanya, diwaktu kecil.
Begitu aku bangun, semua sudah tersedia, makan ya Le (nak), atau mandi dulu (anduk, sandal, sikat gigi, sabun mandi sudah disiapkan), sambil menata rambut untuk digelung, karena ketika aku tidur, ibuku ribet terjaga menyediakan segalanya, aku tersenyum dan mengangguk, tapi hati ini dalam pandangan abstrak, Tuhan lebih hadir dihatiku lewat kehalusan dan pelayanan Ibuku, Ibumu juga kan begitu kawan2.
Yang terakhir, setelah semuanya aku nikmati, masyaAllah, Ibuku mengajak sembahyang berjamaah--Le, ayo berjamaah, pintanya seperti biasanya kalau aku sowan. Inilah kawan, kenikmatan puncak hidupku, aku menghadap Tuhan di kawal oleh Ibu, pada posisi iitu aku merasa seperti disodorkan Tuhan, sepertinya Ibuku matur sama Allah, inilah milikMu ya Allah yang Kau titipkan padaku, pantaskah, pantaskah, pantaskah, pantaskah ya Allah?
Seluruh sendiku lunglai, airmataku tumpah, mulutku terkunci, apalagi saat aku memanjatkan doa, aku hanya bisa menangis sesenggukan, dengan harapan biarlah Ibuku yang pantas memohonkan atas harapan-harapan ini. Pernah aku pamit menghaturkan sedikit uang, Ibuku bilang, untuk apa Le, biarlah untuk anak-anakmu saja yang mondok itu, bagiku buat apa.
Ternyata itu pertemuan terakhir terhadap Ibuku, karena tiga hari setelah itu, pada saat beliau melayani orang punya gawe, membungkusi brekat, tanpa sakit, pada saat aku mau naik podium di pengajian, adikku menelpon Ibu meninggal....
Kawan2, sekarang aku punya kamu, aku punya kamu, kalau Ibumu masih hidup, tolong bilanglah kepadanya, bolehkah aku mendaftar sebagai anak Ibumu, sehingga engkau di hatiku bukan orang lain, bukan orang lain, tapi engkau saudaraku. Kalau engkau mengalami kelelahan seperti diriku saat sowan Ibuku, rebahkan dirimu kawan-kawan, tentu aku meniru Ibuku, akan aku pijiti kamu-kamu sepenuh cinta seperti cinta Ibuku padaku...
Ayolah kawan, aku pijiti kamu.....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel