NATAL CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, dalam kamus bahasa Indonesia, natal itu ada dua makna, pertama bermakna mengenahi kelahiran manusia, sementara yang ke dua bermakna mengenahi kelahiran Isa Al Masih. Terlepas dari kepentingan primordial maka makna kedua-duanya tentu bukan masalah lagi, karena semua bisa digiring pada reposisi yang "empan papan" itu.

Kata dalam ranah Cinta bisa difahami sebagai bayang-bayang jiwa, lah jiwa itu dari mana kalau bukan dari pantulah Sang Ruh itu sendiri, sehingga bila kata bukan sekedar dipakai dalam sarana komunikasi maka kata bisa mengantarkan hubungan yang intim dengan tujuan-tujuan mulia--antar manusia itu, bahkan kata bisa menjadi suci dalam do'a-do'a atau munajat dengan Tuhan. Saudara-saudara kita yang beragama Nasrani hari ini merayakan Natal, tentu hati mereka bergetar atas lahirnya Isa Al Masih ini, sang juru selamat manusia. Aku yakin keberagamaan mereka tentu berakar dalam perasaan takjub atas misteri abadi, dimana mereka merasakan kekaguman dan keterpesonaan pada misteri keghaiban, dan bergerak dalam pencarian abadi untuk memperoleh jawaban pada teka-teki perenial, dengan kerinduan untuk menemukan kebenaran segala sesuatu, kebenaran yang universal dan absholut, yang berlaku bagi semua orang di semua tempat dan segala waktu.

Bila agama disadari dengan makna yang demikian, maka kehadiran agama-agama justru bukan menjadi ajang konfik malah agama-agama bisa disimbolisasikan sebagai jari-jemari Tuhan yang menjadi sentuhan lembut bagi manusia untuk keluar dari kegelapan menuju cahaya itu. Kalau toh mereka berkeyakinan bahwa Isa Al Masih itu sebagai anak Allah, yang mereka sebut Yesus Kristus, maka ini berada pada dataran personal sebagai komitmen kepada keyakinan untuk memelihara nilai-nilai dan berdasarkan pada penemuan nilai hakiki dan martabat individu serta dengan hubungannya dengan dunia realitas yang lebih tinggi, yakni Allah itu sendiri.

Dalam hal ini Rumi menyatakan: setiap ikat pinggang kependetaan, substansinya adalah pelayanan kemanusiaan. Dari sinilah, kita harapkan mengemuka sebuah sikap rasa hormat kepada pengikut semua agama lain, yang menolak pertikaian antar sektarian, fanatisme, dendam dan permusuhan kepada orang lain atas nama agama itu. Aku sendiri tidak mau bergabung dengan siapa pun yang secara spiritual menyadari kalau-kalau dia masih mengizinkan hatinya untuk membeda-bedakan pikiran antara apa yang disebut kebenaran sejati dan kesalahan ajaran, karena dalam diri manusia dalam penggapaian kepada yang misteri itu memiliki tingkatan sendiri-sendiri, yang diyakini sepenuhnya.

Kaitannya dengan ini Rumi menyatakan: orang yang menyembah berhala dengan tingkat kegairahan mencari, itu lebih baik daripada orang yang bersimpuh di masjid tetapi merasa sok suci. Lewat tulisan ini, aku ingin membangkitkan sebuah sikap persahabatan yang saling berbagi dan pelayanan kepada sesama umat manusia serta untuk mendukung perkembangan kualitas-kualitas manusia, dan melalui panutan masing-masing mereka menjunjung tinggi cita-cita ini. Sikap ini akan menetes pada kehalusan perkataan, sikap yang menyenangkan, air muka yang gembira, sifat derma, toleransi, sikap memaafkan mereka yang mengakui kesalahan, sampai pada mengabaikan kebajikan atau ketidak adilan orang lain.

Ada sebuah kisah, ketika ada orang yang berselisih dengan seorang Yahudi di pasar dan di tengah sengitnya perdebatan orang itu memanggilnya "anjing", saat itu Syeh Mansur Al Hallaj sedang lewat dan mendengar perkataannya, maka Syeh Mansur itu memandangnya dengan marah dan berkata: suruh "anjing"mu berhenti menyalak!!!, lalu beliau berlalu dengan geram. Orang itu lalu mencari Syeh Mansur, tetapi beliau berpaling melihatnya, beliau mau memandangnya setelah minta maaf dan membangun prasangka baiknya....

Kawan-kawan, tak seorang pun akan mencapai tingkatan kasih sayang kepada makhluk ciptaan, sampai dia menyadari pada tingkatan yang paling jauh untuk memberikan kepatuhannya kepada Tuhan. Selamat Natal kawan-kawan dan Tahun Baru 2011, mari bergandengan tangan dalam kafilah tak bertepi ini, menuju Sang Khaliq, Sang Ruh, Yang Satu itu....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel