ARUS CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, apa pun yang panjenengan (anda) nikmati, aku senang dan bahagia. Segelas air bisa membayar kehausan, sepiring nasi bisa menebus kelaparan, sebuah lagu bisa menyodorkan nada indah di pendengaran, semilir angin bisa menghilangkan kegerahan, pergantian musim bisa membasahi dahaga pandangan dengan aneka warna-warna kehidupan. Semua ini adalah karunia Tuhan--kata orang.

Jadinya kalau ada yang ambruk bersimpuh kepada karunia-karunia berwujud benda ini, bukan hal yang salah. Mereka terpesona oleh selubung yang Allah jadikan ingin dikenal hamba-hambanya. Jangan diperolok-olok, jangan diremehkan, jangan dibid’ahkan, jangan ditegur menghinakan. Dalam pandangan ruhaniyah, bukankah itu arus jiwa yang perjalanannya berbeda-beda sampai di mana, dalam penggapaian kepada Tuhan yang tak bertepi dan tak terlukiskan bahasa ini. Nanti arus ini mengalir bergerak, seiring lintasan waktu yang disediakan Tuhan hingga sampai pada samudra CintaNya. Percayalah.

Misalnya saja minum, setelah merasakan kesegarannya--dalam hati--lalu muncul godaan pertanyaan, siapakah yang menurunkan hujan hingga tertuang segelas air itu? Akal bekerja dengan akademik, bahwa itu bersumber dari air samudra yang dipanasi matahari lalu menguap ke atas jadi mege-mega itu. Dalam ketinggian tertentu, mega-mega itu bagai dinding gelas yang didalamnya ada es, maka diluar gelas itu ada titik-titik air, bukan gelasnya bocor namun adanya perbedaan suhu di dalam dan di luar gelas, terjadilah titik-titik kondensasi yang--kalau di atas langit--jadilah rintik-rintik hujan itu. Pembagiannya hujan lewat desau angin kemana mau diturunkan, lalu kita reguk dalam gelas itu. Akal mengejar tentang darimana asal matahari itu, akal menjawabnya sendiri jantera alam ini terjadi karena adanya gas yang meledak, ledakan besar (teori big bang) dengan milyunan bintang tak terbilang, termasuk bumi matahari bulan ini. Akal mengejar dalam ranah kausalitas, gas itu dari mana berasal? Akal menjawab sendiri, itu mata rantai yang belum ketemu, semakin akal tahu akan dihadapkan semakin tidak tahu. Hehehe.

Ini baru ranah kurnia-kurnia benda. Baru satu titik air yang kita minum, arus jiwa mengembang ke galaksi tak bertepi. Soal ini saja, bagiku mengantarkan pada titik percepatan yang non akademik, dimana aku menemukan sebuah harta karun di sebuah sudut hatiku, dan dalam harta ini telah tersingkap sebuah permata yang tak ternilai bernama--Cinta.

Aku percaya arus ini semua sampai kesana dalam rububiyah Tuhan dan uluhiyahNya. Ada orang yang tidak sekedar menikmati kurnia-kurnia tetapi menanjak mencari tahu yang membikin kurnia, mau mengintimiNya. Ada orang yang hanya puas dengan pemberianNya, ada yang dahaga dengan Dia. Bagi yang puas dengan Dia, mata hatinya melihat sesuatu, mata hatinya terseret oleh arus sesuatu itu, arus Cinta....

Kawan-kawan, titik-titik yang lain aku persilahkan carilah sendiri, boleh anda sendiri, tetapi sementara arus ini masih tertempel jasad, jangan menyendiri.....

catatan :    

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung 
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. 
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan 
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga 
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian 
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah 
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang 
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap 
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang 
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik 
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari 
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara 
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil 
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar 
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak 
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu 
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2
 
  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang 
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari 
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug 
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono 
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah 
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. 
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan 
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono 
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) 
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. 

Budi Harjono 
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya 
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa 
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya 
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam 
pelajaran sekolah. 
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar 
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam 
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga 
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam 
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat 
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga 
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi 
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan 
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; 
organisasi sosial-pendidikan. 


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono 
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah 
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau 
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. 
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono 
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya 
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa 
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya 
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam 
pelajaran sekolah. 

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar 
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam 
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga 
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam 
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat 
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga 
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi 
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan 
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; 
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah 
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi 
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan 
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah 
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan 
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. 
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang 
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) 
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui 
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel