TRAVELING CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, kisah ini aku jadikan mengenang seorang guruku yang tawadlu', Romo K.H.Marwan Al-Hafidz, alumni mBah Arwani Kudus. Sepanjang perjalanan dari Semarang ke Riau pulang balik dengan mobil Colt T stasion. Beliau ini orang yang begitu gemati mengamalkan kesunahan yang sekecil-kecilnya, semisal memakai sandal, memakai baju, meludah, keluar masuk masjid atau musholla dan lain sebagainya.

Beliau ini seorang yang mengabadikan suci dari khadats kecil, artinya begitu batal karena sebab tertentu, langsung wudlu lagi, hal ini diamalkan sejak dari pesantren dulu sampai sesepuh ini--umurnya 60 tahun saat itu, beliau sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Bagitu mobil tua ini mau dhidupkan, do'a panjang beliau panjatkan, kami dan para santri yang diajak mengamininya. Yai dan aku duduk di jok tengah. Mobil melaju tidak cepat juga tidak lambat, dan mulailah kebiasaan beliau sepanjang jalan: tadarrus al-Qur'an mulai dari Fatihah, Al-Baqoroh dan seterusnya sebelum sampai ke lokasi sudah khatam plus do'anya, sementara kami mendengar dengan tenang, beliau memakmurkan dalam mobil itu dengan bacaan kita suci di luar kepada, karena hafal dengan tartil tingkat tinggi, sab'ah.

Begitu waktu istirahat tiba--biasanya ditepatkan pada jam-jam shalat--dan selalu di Masjid, setelah sholat usai baru makan dengan masakan yang dipersiapkan di tremos besar dengan lauk yang sudah diawetkan, semisal kering, sambal tomat dan krupuk, makan duduk melingkar dengan lahap.

Perjalanan dilanjutkan, kini biliau gantian membuka buku cacatan nukilan dari berbagai kitab: berupa hikmah, syair-syair nasehat sampai pada berbagai pengobatan untuk kesembuhan berbagai penyakit. Begitu terus sepanjang jalan, tadarrus, berkidung, bertutur hingga aku sendiri merasa panen taburan cinta berbagai sudut makna.

Beliau pernah bertanya: kiai Budi, bulan ketika di bayangan kolam itu menurut mata kepala di atas apa di bawah? Di bawah Yai--aku sahut. Menurut akal sehat--lanjut beliau--kenyataannya bulan itu di atas apa di bawah? Di atas Yai--aku sahut lagi. Lalu beliau memberi penegasan makna sebuah syair itu: ini persoalan untuk menerangkan ketawadzuan, ketika orang merendah dan hormat seseorang, nampak di kepala mata ia dibawah, tetapi pada pandangan akal yang sehat, orang seperti itu akhlaknya di atas alias luhur sekali.

Rumus ini yang membentuk kepribadianku untuk selalu merendah dan tawadzuk kepada siapa saja seperti yang dicontohkan beliau sepanjang hidupnya. Ribuan kilometer telah aku lalui, diselingi pengajian demi pengajian, shalat demi shalat, masjid demi masjid, pesantren demi pesantren, ayat demi ayat Al-Qur'an, khataman demi khataman, tawajuhan demi tawajuhan tharekat, hikmah demi hikmah, syair demi syair, kisah demi kisah, saudara demi saudara….

Kawan-kawan, pengalaman agamawi seperti ini, kini menjadi tenaga hidupku dalam melayani umat manusia, begitu entheng tanpa beban, malah aku rasakan sebagai keasyikan yang menyehatkan. Benturan peristiwa itu menjadikan kuat melek, betah lapar, ringan bersilaturrahmi, tahan banting sejarah, banyak sedulur, atas izin Allah diberi kesehatan seluruh keluargaku, dan lagi bisa-bisanya di tengah gebalau kegiatan yang padat seperti itu masih bisa menyempatkan--walau nyuri2 kesempatan--sampai anakku sembilan lahir konvensional, tanpa operasi satupun. Atas kurnia ini aku mendoakan kepadamu semua kawan: semoga hidupmu semua diberkahi, amin….

catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel