SURGA NERAKA CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, aku percaya, sangat percaya surga neraka itu ada dalam pemahaman ciptaan yang aku sebut kurnia-kurnia. Bila orang merindukan surga dengan makna tempat fisikli, aku dukung. Dan bila orang takut masuk neraka dalam pengertian ruang dan waktu, aku maklumi. Tengoklah puncak peradaban benda yang sekarang saja, otomatisasi dan digitalisasi yang semakin memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya--bagai di surga--melahirkan tragedi jiwa kesepian dan kesunyian, sehingga bunuh diri adalah jalan yang harus tempuh di saat mereka tua dan senja.

Tengoklah prahara peradaban materi, manusia terkoyak oleh keserakahan yang melahirkan keputusasaan, peperangan yang tak terperikan--bagai di neraka--melahirkan tragedi yang sama keterasingan. Dalam perjalanan arus cinta, kerinduan itu tidak bertepi, tidak sekedar mandek pada surga dan neraka itu, karena keduanya adalah ranah wujud ciptaan. Peluklah misteri itu maknanya, perjalanan arus cinta itu terus abadi. Tengoklah keberagamaan dengan pola pemaknaan surga neraka dengan ranah ruang dan waktu, mereka akhirnya rebutan tempat seperti pengkaplingan itu. Debat tidak terelakkan, pertengkaran akan kelompok dan paham tak terhindarkan, saling membunuh antar agama menjadi kenyataan.

Di tengah perkembangan akal yang semakin maju, pola pemahaman kalau hanya rebutan kapling surga menjadi amat primitif. Belum lagi kalau dipahami bahwa Tuhan akan memberikan siksa neraka, ini benar, aku juga yakin. Kemudian dikejar sebuah pernyataan Tuhan sendiri, bahwa Dia ada di mana-mana, ketika dia Ada tidak akan ada siksa (laakhaufun alaihim walaayahzanun).

Dimanakah tempat dimana Dia tidak ada, lalu dimana itu siksa neraka. Nah, kembali kita pada pendekatan antara yang kongkrit dengan yang abstrak. Surga neraka yang kongkrit dan absrtak. Serta berhala yang kongkrit dan abstrak, dan seterusnya. Sejauh sorga dan neraka yang berwujud ciptaan, tetap kita yakini--kalau tidak nanti menjadi geger--tetapi tanjakan kepada Allah yang menciptakan sorga neraka, untuk apa ranah benda kongkrit, ciptaan yang bersifat sementara dihadapkan pada keabadian Tuhan.

Juga bagi mereka yang suka menghakimi sesama, walau mereka tidak menyembah berhala kongkrit, tetapi dengan merasa benar sendiri, bukankah itu manifestasi berhala abstraksi, yang menempel di dinding hatinya, mungkin lebih banyak dari yang mereka hina itu. Sorga neraka absraksi bagian dari arus cinta menuju yang tak terlukiskan kata, dimana kemana saja tipuan ego kita menampak, itulah neraka kita, kemana saja ego itu menghilang, itulah surga....

Kawan-kawan, bagi yang mentarget sorga neraka kongkrit ya monggo (silahkan), bagi yang meneruskan arus cinta nan abadi dengan makna abstraksi ya silahkan, surga neraka cinta......

catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel