SEMI CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, Ibumu, Ibumu, Ibumu. Mengingat Ibu adalah mengenang Cinta yang telah ditunaikan dan kita tak mampu membalasnya, sampai mati. Mengenangnya adalah bagai mengamati musim semi kehidupan, dimana diri kita mengalami masa pertumbuhan. Masa dimana jiwa kita merasakan aroma harum dari cintanya, menuju Taman Kebahagiaan.

Dari payudaranya lah tubuh kita berkembang, dari cintanya lah jiwa kita mengembang, sehingga kita tak mengalami keterpenjaraan hidup ini. Rahimnya adalah busur yang menjadikan kita bagai anak panah yang terlepas menuju kebebasan dengan cara terus berkembang, ya terus berkembang. Dibalik busur ini, ada Dia yang Maha Pembidik menganugrahi kita cermin bening yang bernama kalbu, untuk memantulkan CahayaNya, dan ditebarkan di persada sebagai rahmat ini. Senyumnya mengisyaratkan pesan: Jangan cari barang usang, cari tahulah kamu demi kebaikan dirimu, jangan mengejar bayang-bayang, peluklah misteri Cinta, jangan sekedar mengagumi sebuah kendi, minum dan reguklah isinya, gunakan waktumu dengan bijak sebelum engkau dihitung sebagai orang yang bangkrut, jangan tunggu esok hari, intinya adalah sekarang, menyelamlah dalam Sungai Transformasi dan berenanglah menuju Samudra Cinta.

Saat yang lain, senyum Ibu itu mengisyaratkan pesan lagi: jangan kaget, Dia kadang melakukan permainan petak-umpet denganmu, tetapi jangan lari karena tempat tinggalNya adalah di hatimu, bukalah pintu hati, engkau mengandung Dia yang akan melahirkan anak cintamu, biarkan cinta nan manis membasuhmu hingga bersih dari kepahitan, mabuklah dengan pengabdian sampai engkau tidak mengetahui keadaan dirimu sebenarnya, berhentilah terlampau rasional karena itu tak akan membawamu ke mana-mana, usahakan spontan hidupmu, cobalah sedikit kegilaan, kenalilah kesadaran yang sesungguhnya, di sana engkau akan bisa masuk ke Hadirat Ilahi, engkau akan tahu kapan engkau mendapatkan apa yang tengah engkau cari, dalam cinta tak membutuhkan sertifikat sebagai bukti, cinta tak ada keraguan, kejarlah momentum, sekarang juga.

Masih dalam senyum Ibu, terbaca sebagai isyarat kata-kata: jangan berpaling, ratapilah dengan pedih bagai lengking seruling, ini akan membuatmu tulus, seolah engkau ditelantarkan olehNya, tetapi tidak, tetaplah pilihanmu, Kekasih tengah menanti engkau untuk tenggelam dalam lautan ketiadaan diriNya. Pada kali yang lain senyum Ibu itu berpesan mendalam: jangan takut akan kematian, karena ia bukanlah hal yang buruk, setiap kematian akan membawamu lebih banyak kehidupan, tanpa kematian tidak ada kelahiran kembali, engkau telah menjalani kehidupan tak terbilang dan mengalami kematian tak terhitung dalam proses evolusi tanpa akhir ini, kematian akhir tidak berhubungan dengan raga, ini karena kematian dirimu karena berpisah dengan Tuhan, engkau bagai berdiri di tepi samudra CintaNya, terjunlah ke bawah ombak besar perpisahan, menyelamlah ke kedalaman misteri Cinta ini, larutkan dirimu dalam samudra itu, bagai seekor ngengat di seputar lilin, biarkan dirimu terseret tanpa daya dalam api sampai engkau terlumat, pecinta memilih api karena mengetahui rahasia dibalik api ada kematangan, dibalik kejauhan ada kedekatan, dibalik kenajisan ada kesucian, dibalik keberatan ada keringanan, dibalik lempung ada mutiara, dibalik derita ada bahagia, dibalik selubung semesta ada Dia, ada Dia, ada Dia, ada Dia, Dialah yang melumuri tanganmu dengan maduNya, ada satu hal di dunia ini yang tidak pernah boleh dilupakan, bila kau melupakan hal lain, tetapi mengingat hal ini engkau tak akan menyesal selamanya, namun jika engkau mengingat hal lain tetapi melupakan hal yang satu ini maka engkau belum mengerjakan apa pun dalam hidup ini, bagai seorang raja telah mengutusmu ke sebuah negri asing untuk melakukan tugas khusus, jika kau pergi menjalankan seratus tugas lainnya, maka engkau belum menyelesaikan apa pun, inilah kehadiranmu di dunia ini untuk suatu tugas khusus, inilah yng dinamakan perjalanan spiritual, memasuki misteri kehidupan dan kematian, menyatu dengan Tuhan, siapakah Tuhan itu, Dia adalah Kesatuan dari segala sesuatu yang ada, Di adalah yang nyata dan yang misteri, Dialah Allah, Dia adalah kekuatan Cinta di dalam kalbumu....

Kawan-kawan, carilah abstraksi senyum Ibumu yang indah itu, mengenang senyumnya maka akan mengenal Cinta, mengenang senyumnya menyeka derita, mengenang senyumnya mengembang cita, mengenang senyumnya bersemilah taman dalam kalbu kita, semi Cinta....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel