SAHABAT CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, kalau ada surga di dunia maka wujudnya adalah rumah tangga yang rukun, dan sebaliknya kalau ada neraka di dunia bentuknya adalah rumah tangga yang cekcok melulu. Kalimat ini dari lesan suci Kanjeng Nabi.

Kata rukun menjadi sebuah suasana yang begitu indah bagai keindahan sebuah taman, Taman Surga. Suasana ini bisa menjadi dalam diri, bentuknya merukunkan seluruh instrumen tubuh hingga tercipta harmani, tentram hatinya, bahagia hatinya, sejahtera hidupnya. Suasana ini bisa mengemuka dalam berbagai organisasi--sosial, keagamaan, politik, kebudayaan--sehingga sekumpulan orang itu mengarah pada satu titik: kerukunan.

Power energi bisa menjadi lebih dahsyat karena sebuah kelembagaan, sampai pada ikat pinggang kependetaan bisa menjadi sarana pelayanan kehidupan secara luas tanpa batas. Semua keberadaan bisa memperoleh peran yang sesuai dengan kediriannya. Sejarah timbul tenggelam ini nampak pada suasana surga dan neraka, tinggal kejeniusan masing-masing dalam menyikapi proses yang ada, Pergulatan hidup ini akan menghasilkan piala citra di mata Tuhan dengan dimahkotaiNya, Dia hadir di hati manusia untuk berbagi.

Manusia akan digerombolkan menurut siapa yang mereka cintai, maka lahirlah kelompok-kelompok itu. Akan menjadi naif manakala setiap kelompok akan menjadi satu-satunya pemberesan masalah, sebuah kemustahilan, kecuali Tuhan itu sendiri. Perjalanan masa lalu harus menjadi cermin, bahwa ketika Cinta dipahami secata sepotong akan melahirkan sikap yang tidak kooperatif, pada ujungnya meneteskan suasana neraka yang diturunkan di bumi.

Kita butuh pola yang baru dalam langkah sejarah supaya hubungan antara yang satu dengan yang lain sangat-sangat simbiosis mutualis, bagai bunga dan kumbang. Kumbang datang menyerap madu, sementara kehadiran kumbang bagi kembang mempertemukan putiksari dan benangsari yang akan meneteskan buah bagi kelestarian kehidupan ini.

Hal yang sederhana bisa kita lihat, ada dua sahabat cacat bertemu pada suatu tempat, akan melanjutkan perjalanan pada satu tujuan, padahal harus menempuh perjalanan panjang, termasuk melewati sungai-sungai. Yang satu cacat lumpuh tetapi bisa melihat, yang satu cacat buta namun bisa berjalan. Kalau bergerak masing-masing akan menjadi amat sangat berat mencapainya, bahkan bisa menjadi sebuah kemustahilan. Namun dua sahabat ini sepakat melenyapkan ego masing-masing larut dalam kebersamaan, dengan menciptakan kerukunan. Strategi ini sangat jitu, sebuah drama cinta terjadi: yang buta karena bisa berjalan, rela menggendong yang lumpuh tapi bisa menujukkan jalan. Kalau si lumpuh bilang kanan, si buta belok kanan. Kalau si lumpuh bilang kiri, si buta belok kiri atas petunjuk si lumpuh yang digendong itu. Kalau si lumpuh bilang lurus, naik, turun, si buta begitu percaya akan cinta yang disepakati bersama itu.

Persahabatan cinta yang indah dalam mencapai tujuan bersama. Dalam ketegangan perjalanan yang panjang dan melelahkan itu, bisa saja tercipta humor-humor yang indah juga. Ketika si lumpuh bilang turun, si buta turun, nurut saja. Karena si lumpuh tidak bilang menyeberang sebuah sungai dangkal, tapi si buta kakinya menyentuh air, lalu berhenti agak lama. Lama menanti komando sambil gendong si lumpuh, tiba-tiba si buta di dadanya ada getaran aneh, getaran pesona kelelakian, ada atmosfir sensualitas. Si lumpuh, karena bisa melihat pesona itu agak lama tertegun dengan tidak merasakan beban seperti yang gendong itu, si buta. Lantas si buta agak meradang bilang: Hai kawan, apakah di sungai ini ada gadis yang sedang mandi, lantas menjadikan lupa atas deritaku gendong kepadamu, aku merasakan ada fibrasi aneh dalam letupan birahiku, walau aku tidak melihatnya. Si lumpuh jujur menjawab sambil ketawa di atas gendongan: hahahaha I love you full kawan, maafkan aku, benar katamu, ada gadis mandi di kali....

Kawan-kawan, akhirnya si buta ketawa juga, sambil ngebrukke (menjatuhkan pelan-pelan) si lumpuh di pinggir kali, sambil istirahat sebentar, ngakak (ketawa terpingkal) bersama: hahahahahahaha….

catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel