PAUS CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, Setiap Paus di Vatikan, karena menyerap cinta dari Sang Penggembala, Yesus Kristus itu, maka Paus musti membawa missi agama cinta,tidak sekedar cinta agama, seperti yang dipraktekkan Ibu Theresia itu, beliau pernah menyatakan: kalau aku melayani ini berdasar atas nafsu akan temporal dan cepat lelah, tetapi pelayanan ini berdasat atas energi ilahiyah, aku tak pernah merasa jijik dan capek melayani orang-orang yang telah dibuang ini.

Yang akan aku ceritakan ini bukan Paus yang di Vatikan itu, tetapi seekor ikan paus di samodra yang dirubung oleh gerombolan ikan teri, yang di dadanya ikan teri ini meluap rasa rindu akan tahu luasnya samudra ini. Bagai seorang begawan dirubung oleh para murid-muridnya. Bagai Kiai dirubung oleh santri-santrinya. Bagai Paus dirubung oleh gembalaannya.

Jutaan ikan teri dengan luapan yang sama bertanya kepada Ikan paus: terangkan kepada kami wahai ikan paus akan luasnya samodra? Maka ikan paus itu bicara dengan berdasar atas pengalamannya dan didengarkan jutaan teri yang didera luapan ingin tahunya: Wahai kawan-kawan penghuni samudra raya, dalam perjalanan sunyiku menjelajahi samudra ini, aku temukan banyak pesona yang tak bertepi, setelah kejenuhanku menemukan kesamaan melulu ditengah panorama yang beragam ini, maka aku merasa berasyik ria denganmu dan dengan semua kawan-kawan kita sesamudra, untuk menanti ajalku, aku pernah menawarkan diri merapat di pantai, namun ada yang menolakku, aku ditarik lagi ke tengah, mereka itu orang-orang yang merasa bahwa aku kamu adalah bagian dari kesatuan penghuni alam raya yang tak bertepi ini, dalam lompatanku sesaat aku melihat ternyata di luar alam samudra kita ini: ada langit dengan gemintangnya, ada gunung yang megah, ada manusia yang lucu-lucu, ada hewan-hewan yang menggemaskan, ada bidadari-bidadari berjemur di pantai, sebenarnya aku ingin mati disantap manusia-manusia lucu itu untuk menuntaskan kejenuhanku mengembara di samudra ini, hanya begini-begini melulu, hasratku sama dengan hasratmu semua, kalau kamu ingin tahu luasnya samudra, aku ingin tahu juga luasnya alam raya yang tak terhingga itu, indahnya tak terkira, maka aku rela kalau sewaktu-waktu ditangkap dan mereka senang atas ketiadaanku, aku juga berpesan kepadamu kalau ada yang menangkapmu dalam pertarungan saling mencari, relakan karena engkau nanti akan menjadi persembahan atas nama Sang Pencipta ini, seperti yang pernah aku lihat teman-temanku yang mati dengan sorak sorai manusia yang lucu-lucu itu, seperti gembiranya pesta penganten saja, nikmatilah keberadaanmu, asyiklah dalam penantian ini untuk saling bercengkrama, kalau mutiara yang kita hina di kedalaman ini, di ranah manusia menjadi sarana pamer dan saling membunuh, hahahaha lucu kan, ketika aku kasih isyarat dengan menyemprotkan air ke atas untuk menawarkan tangkaplah aku, malah ada yang datang hanya ingin bercanda seperti aku dengan dirimu semua ini, bukan membunuhku, kalau kamu ikhlas minggirlah ke pantai nanti kamu semua akan melihat makhluk yang namanya manusia yang lucu itu, dengan resiko akan ditangkapnya, tapi juga ada yang hanya terpesona oleh tarianmu bersama itu, mereka foto-foto terus bisa dijual gambarmu, lain waktu kamu dimakannya dengan tanpa merasa bersalah atas jasamu memberi uang itu, maafkan aku kawan-kawan, mulutku tak mampu membahasakan semuanya ini, maafkan, sekian saja dulu besok lagi kita bisa kumpul bersama, nyalakan hasrat yang sama.

Sebelum perpisah wahai sang penjelajah--ikan teri merajuk--seberapa luas samudra ini, supaya kami bisa lebih tenang mengambil sikap keberaan kami yang keci-kecil ini? Wahai kawan-kawan--jawab paus, singkat saja kalau kau tetep ngeyel ingin tahu seberapa luas samudra ini, isinya sebenarnya hanya air melulu, dimana-mana itu, seperti juga setetes air yang menempel di tubuhmu itu. Walau kamu berjubel seperti itu, jagalah pasangan saling mencinta, jangan berselingkuh ya, ada kabar dari daratan manusia itu saling berselingkuh, sukanya petualangan mengumbar syahwat, padahal berjubel perempuan itu kalau lelakinya menyadari, juga rasanya seperti seonggok daging yang ada didepannya itu….

catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel