MIMPI CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, ada seorng adik mencari kakaknya--keduanya perempuan--selama lima tahun. Pencarian ini bermula ketika setiap lebaran, adik itu menanyakan kepada kakak iparnya: dimana mbakyu itu? Selalu, suaminya ini menjawab bahwa dia pergi tanpa pamit, dia juga mencari--kata suami kakaknya itu. Kejadian ini di Kota Semarang. Ikhtiar adik itu sedemikian melas (kasihan), sampai menunda untuk menikah, meninggalkan kerja, lupa dirinya.

Kota demi kota, orang pintar semua disambanginya, lewat pengumuman media masa, pamplet-pamplet dipasang dengan tulisan tangannya. Aneh, suami kakaknya itu kok santai saja, tidak kemana-mana, tetapi setiap lebaran sowan ke mertuanya juga. Cuma kalau dia ditanya soal istrinya, selalu menjawab minggat (pergi nggak pamit), tanpa beban. Setiap menjelang tidur, adik itu selalu membacakan atau menghadiahi Fatihah untuk kakaknya--selalu itu--dengan harapan kakak perempuannya itu bisa ketemu, kalau dia mati bisa ditemukan kuburnya.

Ketika dia menginap di rumah kakak iparnya itu, ada kejadian aneh dalam tidurnya, dia bermimpi ketemu kakaknya, kakak itu bilang : Dik, engkau jangan mencari aku, berhentilah dari usahamu itu, aku kasihan sama kamu Dik, aku tidak kemana-mana kok, aku tetap di rumah ini, tempatku berada tepat di bawah meja makan itu.

Adik itu begitu bangun menahan nafas, menguatkan emosi, tetapi airmatanya meleleh, kangen sama mbakyunya terbayar walau dalam mimpi. Dua hari dia di situ mengalami mimpi yang sama, dengan kalimat yang sama. Setelah itu dia memberanikan diri bilang sama kakak iparnya atas kejadian dalam mimpi dua malam berturut-turut, bagai Nabi Ibrahim ditagih Tuhan soal mengorbankan anaknya itu. Kakak itu malah menjawab bahwa mimpi itu bunganya tidur, malah ujungnya mengancam, kalau sampai membuktikan mimpi ini lalu membongkar lantai rumah ini, akan dilaporkan ke polisi.

Derita yang panjang dalam pencarian, kerinduan cinta yang panjang atas tali persaudaraan dan kekeluargaan--tali cinta--menjadikan jawaban kakak iparnya itu sebuah tantangan tanpa ketakutan.

Esok harinya, dia tidak pulang ke rumah kampung, tetapi justru mengajak polisi mendatangi rumah kakaknya itu--dengan resiko--kalau tidak benar maka dia akan ditahan sebagaimana ancaman kakak iparnya itu. Betapa kaget kakak iparnya itu, karena kedatangannya kembali ke rumahnya membawa beberapa polisi, adik itu sambil membawa pacul dan linggis, untuk membongkar lantai tepat di bawah meja makan itu, sebagaimana khabar mimpi, mimpi cinta dari kakaknya tersayang yang hilang dengan lintasan waktu yang panjang.

Terjadilah pertentangan hebat, antara adik itu dan kakak ipar, ia dilarang membongkar sejengkal bidang pun di rumah itu. Tetapi polisi menengahi, kalau mimpinya itu tidak benar, adik perempuan itu akan ditahan, pembongkaran berdasar khabar mimpi akhirnya terjadi. Saat tepat adik itu akan membongkar, kakak iparnya lunglai, keringat dingin keluar, mulutnya terkunci. Lelaki itu merebut alat-alat yang dipegang adik iparnya, tetapi polisi lebih sigap mengantisipasi dia.

Ternyata, belum sampai pembongkaran sebegitu dalam, baru terbuka salah satu keramiknya, tepat di bawah meja makan rumah itu, nampaklah lembaran baju yang sudah amat diketahui adik itu, baju kakaknya. Jerit tangis membahama di rumah itu, khabar mimpi itu benar adanya: Dik, aku tidak ke mana-mana kok, aku tetap di rumah ini, tempatku tepat di bawah meja makan....

Kawan-kawan, jangan kau katakan orang yang mati itu mati--kata Tuhan--mereka tetap hidup, sayang kamu semua tidak mengetahui. Akhirnya kakak iparnya itulah yang digelandang polisi. Bagi Rumi, tidur itu sebenarnya mabuk Tuhan, semua panca indera mati, yang menyala ruh itu, Tuhan mengabari sesuatu itu bisa melalui mimpi, bahkan mimpi itu pintunya mukasyafah, tersingkapnya rahasia-rahasia, lagi-lagi tinggal kualitas cermin kita....


catatan : 

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel