LIDAH CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, ada makhluk tidak punya kaki bisa berjalan dan memanjat pohon semacem ular itu. Ada orang buta membaca dengan tangannya, ada orang tuna rungu memahami dengan isyarat-isyarat saja, ada orang bisu bicara dengan tubuhnya. Ada manusia cacat sepenuh tubuhnya, bisa terbang dengan jiwanya, tetapi ada manusia sempurna tubuhnya, karena miskin hasrat dan minat ia menjadi cacat sempurna. Ini ada anak sejak lahir buntung, tung, tanpa kedua tangan, tanpa kedua kaki. Karena telaten cinta dan sayang sang Ibu, ini anak tumbuh tanpa rendah diri, hasrat dan gairah hatinya menggelora, dibakar oleh api cinta terhadap jalan misteri ini, yakni rindu keindahan terus menemukan sumbernya, Dia itu sendiri.

Bagi orang lain derita, anak ini gembira, bagi orang lain gelap tapi anak ini bercahaya, bagi orang lain putus asa tapi bagi anak ini berharapan. Bagi orang lain bertengkar soal sepatu, soal kendaraan, soal partai, soal paham, soal ajaran, soal persoalan apa saja, bagi anak ini kecacatannya hanya menggiring keyatiman hatinya, akhirnya Dia bermahkota di dadanya. Kalau orang sampai pada titik ini berikhtiar saja belum tentu sampai, namun bagi anak ini dibalik deritanya di hatinya mekar bagai bunga teratai mengelopak, dan nampaklah ia dimahkotai seribu bunga, dihatinya. Senyumannya tetap mengembang kepada siapa saja. Sholat bagian dari puncak kerinduannya kepada Tuhan, yang belum tentu orang yang tanpa cacat bisa merasakannya.

Tuhan dipahami tetap Maha Adil, tidak akan menyia-nyiakan hamba, semacem dia itu. Di tangan seorang Ibu, yang bagai induk burung melatih terbang saat anak-anaknya sudah tumbuh bulu-bulunya, akhirnya bisa mengarungi angkasa. Anak ini hidup mandiri dengan lidahnya itu--lidah cinta--karena dengan ketelatenan yang sempurna ia bisa membikin gambar kristik, lukisan kaligrafi kristik. Bisa dibayangkan, kecacatan ini membikin malu siapa saja yang sempurna tubuhnya tetapi tanpa prestasi apa-apa dan menjadi beban bagi orang lain, khususnya orang tua.

Dia bikin gambar tokoh pahlawan nasional, gambar bunga-bunga, tulisan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan apa saja ekspresinya, termasuk gambar tokoh wayang-wayang, seperti Semar Bodronoyo. Betapa banyak anak-anak yang tumbuh berkembang dengan cacat, karena keberadaannya seperti tidak ada, hanya memperbanyak daftar kependudukan, dan mencari pekerjaan bukan membikin pekerjaan. Tetapi anak buntung ini, lewat lidahnya bisa membantu kebutuhan orang tuanya, diamnya adalah sebuah gerakan hidup yang menjadikan Tuhan nampak lebih terang dibalik kecacatannya itu….

Kawan-kawan, dengan apakah ia memasukkan dan mengeluarkan jarum kristik itu? Allahu Akbar, Subhanallah, dengan ujung lidahnya….

catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel