LARON LARON CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, ketika hujan turun, badai mengamuk dan suara halilintar mengelegar-menggelegar pada malam hari, aku dirumah pas tidak ada acara keluar. Aku melihat anai-anai (laron) dalam jumlah yang banyak, listrik mati, hanya cahaya lampu lilin yang menjadikan aku terang melihat anai-anai itu.
Tap, tap, tap, tap, suara tubuhnya membentur kaca jendera kamarku, aku lihat mereka ingin berebut masuk mendekati cahaya kecil itu. Antara cahaya lilin dengan hasrat laron-laron itu memercikkan hikmah yang tiada tara. Dalam sunyi itu, sepertinya cahaya lilin menyapa siapa gerangan yang ada dibalik jendela itu. Suara tap tap tap tap itu aku bayangkan jawaban laron, aku aku aku aku aku aku dengan begitu gemuruh, seperti tidak sabar mendekat andai tidak ada selubung halus kaca jendela kamarku.
O, engkau laron--kata cahaya, mau hajat apa malam-malam begini begitu banyak datang mengetuk-ngetuk diriku. Wahai cahaya, izinkan kami menikmati kehangatan cahayamu, dalam gelap telah aku lintasi jalan begini mengerikan, dengan sayap-sayap kami yang rapuh menantang badai, kuyup oleh derasnya hujan dan gemetaran sepanjang jalan oleh sambaran guntur, apalagi kafilah kami tadi siang berhadapan dengan sambaran burung-burung mau menyantap kami.
Kenapa derita yang menumpuk tidak menyurutkan hasratmu untuk mencariku--tanya cahaya lilin. Wahai cahaya, dalam terangnya cahaya matahari, mata kami menjadi silau tak bisa melihat, pun dalam kegelapan malam, walau ada kebebasan, justru mebikin kami saling bertabrakan dan berbenturan, kami tidak tahan wahai cahaya, yang kami rindukan kebebasan ternyata malah membelenggu, yang kami pelothoti cinta ternyata semua semu, semu, semu, kami datang ini hanya ingin dekapan kehangatan cahayamu,walau sedikit,bolehlah sebagai penawar dahaga hasrat kami semua.
Aku tahu--jawab cahaya, namun kamu semua harus melihat sahabat-sahabatmu yang telah melewati selubung halus kaca itu di dekatku ini, lihatlah sayapnya ada yang patah, lalu merangkak-rangkak mendekatiku, ada yang lunglai dibawah panas cahayaku, ada yang gagal mendekatiku setelah melewati prahara seperti dirimu, ditangkap cicak-cicak itu, dan ada yang mati, lihatlah.
Wahai cahaya, atas hasrat cinta cahayamu ini, kami semua telah melewati, cinta wahai cahaya telah memaniskan segala yang pahit, telah mendekatkan segala yang jaun, meringankan segala yang berat, mensucikan segala yang najis dan menyejukkan segala yang panas, dan menghidupkan segala yang mati, derita telah melahirkan keterjagaan kami sepanjang jalan menujumu, andai kami mati dibawah panasnya cahayamu, bukankah itu tanda cahayamu bermahkota diatas kepala kami, kami rela, kami rela, kami rela.
Setelah anai-anai itu menyatakan pasrahnya, dan telah mengaburkan pikiran-pikirannya, sepertinya mempersilahkan mereka untuk mendekat dengan berbagai celah-celah lubang kamarku. Dan aku lihat dengan nasib yang sama dialami sahabat yang telah sampai. Bagi yang sayapnya masih utuh, mereka terbang dengan menyambar-nyambar panasnya cahaya itu, sepertinya menari-nari kegembiraan atas terjawabnya hasrat kerinduan.
Ternyata aku lihat, dibalik kaca jendela mereka berpacu dengan waktu, ingin menyusul juga, sahabat-sahabatnya yang telah sampai....
Saat siangnya kawan2, aku lihat di emperan kamarku banyak yang menjadi martir dalam perjalanan, sebuah resiko yang lezat, bagi pelakunya....
Subhanallooh, walhamdulillaah, walaa ilaaha illallohu Allaahu akbar….


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel