LANGKAH CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, aku sering menerima tamu-tamu dengan pertanyaan yang hampir sama, dari mana memulai dalam menyelami samudra cinta tak bertepi ini. Orang-orang itu mengira aku bisa menjawabnya dengan tuntas, akademik, ilmiyah. Kalau soal yang rasional, intelektual betapa sudah melimpah ruah sehingga bertaburan kita nikmati kurnia-kurnia itu. Aku senang melihat itu semua tanpa mau menambahi, malah aku nikmati sebagai tadarrus kehidupan, sejauh aku mendengar suara-suara terburuk sekalipun.

Sejauh aku tahu, aku dihadapan ketidaktahuan, sehingga aku senang melihat ada orang yang sok tahu, indahnya bukan main. Sejak kecil dulu, aku merasa ada perintah dari dalam diri saat adiku rewel: gendonglah dia. Ternyata masih menangis, lalu aku ajak sepedahan jalan-jalan, baru tenteram adiku itu. Saat aku menyalip sorang Ibu pergi ke pasar, ada dorongan dari dalam, kenapa bonjengan yang kosong itu tidak kau isi Ibu dengan perjalanan searah itu.

Suara-suara itu aku turuti lebih jelas saat aku masuk Madrasah, disana ada semacam panduan: kalau ada duri singkirkan, kalau ada orang sakit jenguklah, kalau ada yang kehausan dan kelaparan beri dia makan dan minum, kalau ada yang buta beri dia tongkat, kalau ada yang kehujanan dan kepanasan beri dia payung, kalau ada yang meninggal takziyahlah, kalau ada yang susah gembirakanlah, kalau ada, kalau ada, kalau ada. Semua ajaran-ajaran itu aku sesap dengan ujung yang aku lihat, membikin manusia tersenyum. Ternyata dalam tujuan Allah menurunkan ajaran-ajaran ini sebagai panduan hidup dan membahagiakan manusia secara universal.

Setelah di Pesantren pengamalan ajaran itu lebih jelas tadarusnya. Kitab-kitab itu seperti mewakili suara-suara cinta yang menyuruh mengayunkan langkah untuk dituruti. Siapa yang tahu akan dirinya, ia akan tahu akan Tuhannya. Wahai manusia praktekkan saja apa yang bersuara di dhomirmu itu. Ternyata Tuhan itu tak tergambarkan oleh apapun, Ia misteri yang Nyata. Apa yang disebut cakrawala dan diri itu bagai tumbu dapat tutup, sebagai satu kesatuan. Jantera alam semesta memantul dalam diri, semua ada di sini. Semua yang terjadi menjadi keajaiban yang mengagumkan.

Tidak aneh manakala semua itu melahirkan komentar yang begitu melimpah ruah, sejauh kitab-kitab itu. Guru-guru itu aku takdzimi dengan sepenuh cinta, dibalik guru yang Sejati, yang aku rasakan hadir sejak aku kanak-kanak itu. Setapak demi setapak melintasi ruang dan waktu, semakin penuh suara-suara itu, suara-suara cinta, dari Dia. Aku yakin suara-suara sunyi itu dimiliki setiap manusia. Maka perhelatan harian yang begitu riuh ini dalam sejarah, memiliki titik ending saling melayani diantara sesama. Sebuah drama agung yang bertemakan cinta.

Adanya setiap kelompok merupakan ruang pelayanan yang sepatutnya dihargai, tidak diremehkan. Perbedaan setiap keberadaan merupakan fakta orkresta alam yang akan mewujud dalam lagu indah bernama Cinta. Ternyata semua makhluk ini adalah keluargaNya. Makanya hanya ada satu kata yang bersuara di hatiku untuk merajut sebuah lagu cinta itu, yang bernama persaudaraan, tanpa tepi.
Penggapaian Dia yang tak tergambarkan itu, bisa diwujudkan dengan membangun kemesraan dengan makhlukNya, terutama manusia. Aku yakin, di hati manusia ini Dia berbagi secara menyeluruh, Adil. Aku tidak peduli pada level penggapaian jiwa-jiwa manusia, kuncinya adalah apakah dalam penantian ini bisa berbagi kasih sayang diantara manusia, yang pada puncak penggapaian justru Dia akan turun cintanya kepada siapa yang menaburkan cintaNya....

Kawan-kawan, pengalaman ini jadikan pembanding saja, kalau sosok kekasih-kekasih Allah itu tak terbantahkan, sosok yang ideal, namun apakah diri ini sampai, itulah persoalannya. Bagi mereka yang merasa sampai bersyukurlah, tapi jangan lempari cemoohan bagi mereka yang kau anggap belum sampai, masih ada harapan, masih ada cahaya, masih ada waktu, abadi….

catatan :  

    K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962
dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara.
Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan
Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga
yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian
dan perdagangan.

   Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah
ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang
tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap
menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang
tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik
bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari
prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara
kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil
meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar
sarjana.1
Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak
yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu
pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2

  Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang
dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug
pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono
melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980.
Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan
jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono
berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990.

Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.
Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan.


Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono
juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau
belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo.
Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono
mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya
sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa
(OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya
untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam
pelajaran sekolah.

Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar
di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam
pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga
organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat
Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga
sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi
masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan
Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang;
organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3
(tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah
satu Partai Islam.

Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi
Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan
aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah
menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan
meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan.
Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang
isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan)
putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui
lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel