KESAKSIAN CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, entah dari mana Ibu penjual kembang di pasar, yang amat sepuh itu, memperoleh taburan nasehat yang ia pegang kuat-kuat. Setiap ia usai shalat Ashar di masjid, melakukan kebiasaan yang sudah tahunan disetiai--menjumput daun-daun kering dengan jumlah ribuan yang jatuh di halaman masjid, lalu ia buang ke tempat sampah.
Sore itu kiainya terbersit bertanya—mbah (nenek), mustinya daun-daun ini disapu biar lebih cepat, mengapa aku saksikan sejak dulu kau pungut selembar demi selembar? Nak Kiai--saut penjual kembang tua itu, hidupku ini tidak punya apa-apa, kebahagianku atas mengenal Allah, berbisik kepadaNya dengan kalam Quran, mengetahui akhir semua ini pada kehidupan nanti di akhirat, dan syafaat agung itu mau aku terima. Semua ini dari Kekasih Allah, Kanjeng Nabi saw itu. Tentu Nak Kiai tahu, kalau asal kejadian semua ini dari cahaya kekasih Allah itu, Nur Muhammad. Tentu Nak, aku bersyukur atas kurnia agung ini, bahkan orang yang banyak dosa macem saya ini, tetep dibela di hari yang perhitungan nanti, dengan cara cahaya itu akan menutupi catatan-catatan keburukanku, biar yang nampak hanya kebaikanku, walau hanya menjumput daun-daun ini. Bukankah kalau aku sampai kewirangan (dibikin malu) sebagai umatnya, Kanjeng Nabi juga ikut malu, beliau tidak tegaan Nak Kiai. Aku mencintai beliau, dan besok ruh-ruh itu akan dikumpulkan menurut siapa yang dicintai, tidak akan dicinta bagi yang tidak mencinta.
Amal kebaikanku Nak Kiai, tidak sepantasnya mengantarkankanku ke surga, namun kecemasan atas neraka menjadikanku punya tenaga mendamba cinta. Kecemasan atas kematianku saja ditangisi Kanjeng Nabi saw, sampai-sampai beliau bertanya kepada Izroil, bagaimana rasanya sakit saat nyawa dicabut. Karena Izrail tidak bisa menjawab, maka bertanyalah kepada Nabi Musa (orang yang sakti), bagaimana rasanya saat dia menjabut nyawanya. Dijawab oleh Nabi Musa--wahai Izroil, lihatlah sendiri tubuhku, banyak yang kehitam-hitaman, kalau aku rasakan saat nyawa kau cabut, bagai dipedang 300 pedangan.
Hal ini Nak Kiai, disampaikan kepada Kanjeng Nabi, beliau langsung menangis dan berdoa--Yaa Allah, kalau demikian keadaan nyawa umatku sakit saat sekaratul maut, biarlah aku yang menanggungnya, biar ringan derita mereka. Bahkan beliau menyuruh banyak bersholawat, memanggil-manggil beliau, siapapun yang melakukan demikian atas dasar cinta, maka Izrail nanti kalau mencabut nyawa umat--termasuk aku--akan dengan cara beradab, sebagaimana adab mencabut nyawa para Nabi dan Rasul.
Kali ini Kiainya yang terbengong, Ibu tua ini bukan sembarangan ini--gumamnya. Kalau toh aku melakukan hal ini--lanjut Ibu itu, sebagai tirakatan hidupku dengan sangat berharap, setiap lembar daun yang aku jumput Nak Kiai, aku basahi bibir dan hatiku dengan shalawat, dengan harapan---adakah diantara jutaan daun yang telah aku jumput di halaman masjid ini, adakah Nak Kiai, satu lembar saja yang menjadi saksi atas cintaku kepada Kanjeng Nabi itu….
Kawan2, kali ini justru Kiainya yang menangis, sambil berjalan dan mengucapkan terimakasih ke Ibu penjual kembang yang terbakar api cinta ini, mengusap air matanya dengan serbannya, sampai di kamar Kiainya sujud syukur senja itu dipertemukan dengan orang kecil yang besar jiwanya, semula tidak ia kira….


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel