INGAT CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, ingat itu bahasa arabnya dzikir, dzikir dalam agama sebagai perbuatan ibadah, dimana puncaknya itu tercapainya kedudukan atau maqam dimana dzikir dan kesadaran tiba-tiba muncul melalui pertolongan Allah yang disertai kehebatan dan keberkahan dzikir itu sendiri, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis Qudsi itu: HambaKu senantiasa mendekatiKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencitainya maka Aku menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar, menjadi matanya yang dengannya ia melihat, dan menjadi tangannya yang dengannya ia mengambil, dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Seandainya ia meminta kepadaKu, tentu Aku akan memberinya, dan seandainya ia meminta perlindungan kepadaku, tentu Aku akan memberikannya.

Kalau ini ternyata belum bisa dicapai, maka boleh jadi kita akan menapaki dzikir sebelumnya, yakni dzikir yang dapat menggambarkan keadaan batin, dimana rasa takut dan kesadaran akan Allah (taqwa) dan amalan dzikir menguasahi si pencari yang sedang menempuh Jalan, sehingga ia benar-benar berpisah perhatiannya dengan dunia.

Bila ternyata tingkatan ini belum bisa kita tanjaki, maka bisa dilakukan dengan dzikir sebelumnya lagi, yakni menyebut secara berulang-ulang nama Allah, atau yang lebih dikenal wirid. Amalan ini bisa dilakukan dengan niat yang ikhlas, sadar, dan konsentrasi penuh--biasanya dibimbing oleh pemandu atau guru itu.

Kalau ternyata hal ini masih berat juga dilakukan, maka kita akan selalu mengingat Allah dalam setiap saat, ketika sedang terjaga, dalam kehidupan seseorang. Dalam level ini dzikir sebagai hakekat dari perjuangan melawan bisikan Iblis yang selalu berusaha memalingkan kita agar lalai dari mengingat Allah.

Tingkatan ini dimaksudkan dan ditujukan agar setiap saat jiwa selalu dalam keadaan diridhoi Allah--misalnya: sabar ketika menderita, bersyukur ketika memperoleh kebaikan, menyesali perbuatan yang salah, dan memiliki harapan untuk memperoleh ampunan. Keadaan ini akan meningkatkan iman, dan meningkatkan kesadaran. Kesadaran bahwa Allah pada posisi sebagai kekasih, tentu sebagai kekasih pasti akan mengingat dan mengejar ridha Kekasih, dan dambaan kekasih hanyalah perjumpaan dengan Kekasih. Diingatnya Kekasih meningkat pada dipandangnya Kekasih dengan kedua mata hatinya, hati mengenal Kekasih dan melihatnya, bahagia kekasih bila dapat mendekati Kekasih, puncaknya tidak ingat apapun kecuali Kekasih.

Inilah ingat Cinta, dimana Tuhan menjadi Pelaku dalam setiap ucapan dan perbuatan atas orang-orang yang Dia sucikan--pada umumnya orang menyebut fana atau lenyapnya diri. Dia berbicara melalui orang-orang yang Dia sucikan itu, mereka semua abadi ingatnya kepad a Allah.

 Adalagi orang yang ingat kepada Allah dengan lisannya tetapi hatinya lalai, ada orang yang ingat kepada Allah dengan lisannya yang disertai kehadiran hatinya itu--walau dzikirnya mencari-cari pahala--hal ini masih bisa dibenarkan.

Adalagi orang ingat ke Allah dengan hatinya--tidak sekedar lesan dan hadirnya hati. Orang semacam ini hatinya dipenuhi dengan Allah, dan lisannya tidak mengucapkan apap pun. Lisannya telah memasuki sirr, hatinya yang berada dalam rahasia Cinta, Cinta itu dalam rahasia Cahaya, dan pandangan seperti ini merupakan hal yang tidak bisa digambarkan--inilah misteri itu--kecuali pandangan langsung....

Kawan-kawan semua Nabi dan Rasul menyeru kepada manusia supaya mengingat dan mengucapkan Allah. Orang yang hanya mendengarkannya dengan telinga saja, lafal itu akan keluar melalui telinga lainnya, orang yang mendengarnya dengan hatinya, maka lafal itu akan menghujam dalam hatinya, lalu meningkat--dengan cara diulang--sampai pada terbebasnya dari bunyi dan huruf, lalu menjadi asyik di dalamnya sehingga mereka tidak lagi sadar akan keberadaan dirinya....

Ingatanku yang mana ini, Wahai Kekasih....


catatan :  

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel