HISAB CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, orang ada yang heran ketika aku menyebar gula pasir di pojok taman bunga, satu kilo gram--untuk konsumsi semut2 itu supaya tidak menyerbu ke kamar-kamar, dan toples2 makanan. Aku melihat mereka pesta pora, mengusung butir demi butir dengan cara gotong royong, tanpa pertengkaran. Kayu-kayu yang dimakan ngengat (rangas), aku persilahkan untuk terus menikmati, kalau ada yang hampir patah karena keropos, tukang kayu aku suruh ngasih penyangga, biar kayu itu sampai habis, ambillah--kataku pada ngengat2 itu. Kucing-kucing, ayo bergabunglah.
Orang-orang yang dunia seluas ini kok terusir dan tak punya tempat, ayo datanglah ke rumah cinta ini, selamat datang, selamat datang, selamat datang. Bagi orang-orang yang kelelahan memanggul-manggul dunia, ayo baringkan sejenak biar penat hilang, dan aku pijiti untuk tenaga berjuang lagi, aku nyanyi-nyanyikan agar menjadi energi bermegah lagi, di ladang akhirat ini.
Kebaikan yang tumpah itu ternyata tak sampai pada seekor kera piaraanku yang rukun dengan kucing-kucingku saat itu, kala aku mau menunaikan ibadah haji, sehari sebelum berangkat. Dia mengamuk memporak-porandakan gentheng, kalau genthengku tidak masalah, tapi ini genting tetangga-tetangga, aku rayu malah mempelothotiku, aku tawarkan makanan ditolak, dia bertengger di puncak wuwung rumah orang.
Orang mau berangkat haji besok pagi meninggalkan piaraan seekor kera mengamuk, apa kata orang. Wong kampung sudah membantu menangkap, gagal juga, malah kukur-kukur dengan sedemikian kuat menahan lapar dan panas diatas wuwung itu. Kesabaran seorang calon haji--ya aku itu--belum jangkep (sempurna). Maka aku meminta seorang anggota koramil untuk melumpuhkan dengan cara menembak, asal tidak sampai mati. Tugas dilaksanakan dengan baik, kena kaki kiri tepat dibawah lututnya. Begitu kupegang, aku usap kepalanya batinku minta maaf kesalahanku, sorot matanya seperti tidak memaafkan.
Tentara yang menembak itu memintanya untuk piaraan. Akhirnya aku kasihkan, yang sebelum dia bawa pulang aku kasih perban setelah dikasih yodium. Paginya setelah subuhan dengan bersepeda motor, aku sendiri yang menjemput dua bus besar pengangkut sedulur yang mau mengantarkan. Apa yang terjadi kawan, ban motor depan terpeleset, besi pancatan kaki kiri merobek kaki kiriku--masyaAllah--persis sama dengan luka kera yang sudah aku hadiahkan tentara penembak itu. Begitu rombongan penggembira mau berangkat, bus ternyata tidak berani masuk kampung jalan terlalu kecil, jarak dari pondok sekitar satu setengah kilo. Akhirnya jalan kaki ramai-ramai, mengiringiku dengan langkah kaki perbanan kayak perban kera tertembak itu, terseok-seok seperti habis sunat, mencapai bus-bus pengantar itu...
Kawan2, sampai pulang haji, aku jenguk itu kera, meradang sambil berpegang kawat kandangnya, aku merasa diusir….
Engkau telah melukaiku, engkau melukaiku, pergi, pergi, pergi!!!!!!!!
Terbayang aku, kesaksian di hari perhitungan….




catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel