GAGASAN CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, do'a sapu jagad: Wahai Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan dunia dan berilah kami kebahagiaan akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka, ternyata memiliki sebuah gagasan yang sangat besar tentang Cinta, dimana do'a ini sebagai inti ibadah membutuhkan dua hal seketika: keintiman dan tawa.

Keintiman bisa difahami sebagai kesempatan menikmati kehadiran Dia yang dicintai, sementara tawa sebagai manifestasi menemukan kenikmatan di dunia tempat kita berbagi. Keintiman membawa konsekuensi cinta Ilahi bahwa semua menjadi terfokus pada satu arah, yang berkonsentrasi kepada Tuhan semata, mencari Dia semata, merindukan keintimanNya, maka ujung hasilnya bisa dirasakan: seolah-olah telah menemukan sebuah harta karun di sebuah sudut hatinya, dan harta itu telah tersingkap sebuah permata yang tak ternilai bernama"Cinta". Mata mereka ini "melihat" sesuatu, sesuatu itu melepaskan dari diri mereka dan semua kekuatan dikembalikan kepada Dia, Dia, Dia, Dia.

Hal ini misalnya Nyai Rubi'ah mengatakan dalam mimpinya ketemu Kanjeng Nabi, beliau bertanya apakah dia mencintai beliau, lalu dijawab Nyai Rubi'ah: siapa yang tidak mencintaimu, begitu besar aku mencintaimu, tetapi hatiku begitu total terbawa oleh cinta Tuhan sehingga tak ada tempat untuk cinta atau kebencian kepada yang lain, cinta Sang Khaliq menjauhkan dari cinta makhluk-makhlukNya.

Inilah keintiman hati atas kehadiranNya itu, hal ini bisa ditemukan setiap orang [cuma sayangnya] manakala manusia menemukan kesusahan dan itupun hanya sesaat saja, ya sesaat saja, sebaiknya justru ketika manusia menemukan kegembiraan kurnia ini mustinya menyeret hati pada titik keintiman itu, kalau bisa senantiasa karena mana sih nikmat Dia yang bisa didustakan ini? Mana? Mana? Mana?

Semua mengabarkan tentang Dia, dan Dia punya "pelapor" dimana-mana ini, sampai ada yang mengatakan: tidak ada sesuatu pun dibalik jubahku selain Allah, perkenalkan aku sebagai: "Bukan siapa-siapa putra dari bukan siap-siapa." Ada juga yang mengatakan: Aku melihat semua keindahanMu, ketika aku buka mataku, seluruh tubuhku menjadi hati yang bercakap denganMu, aku menganggap haram untuk berbicara dengan yang lain, ketika pembicaraan beralih kepadaMu, aku berbicara panjang lebar.

Hal ini bisa dirasakan ketika melihat keajaiban-keajaiban, lalu melahirkan ketakjuban-ketakjuban, sampai pada akhirnya terkatub bibirnya saat-saat sekaratul maut--di hari kematian. Sebelum sampai pada hari kematian itulah, permata yang tak ternilai yang bernama Cinta harus ditebarkan, bagai benih dalam gudang harus ditanamkan, di ladang akhirat yang bernama dunia ini. Dengan semangat hati yang terbakar oleh cinta akan melahirkan sikap sayang kepada semua milikNya, dengan ini akan menjadi tenaga tak terhingga yang menghapus segala derita dan kelelahan dalam pelayanan, sampai pada titik mengabaikan kebajikan dirinya dan merelakan ketidak adilan orang, sampai pada puncaknya: sungguh kafirlah dirinya bila melakukan perlawanan, karena semesta dengan segala isinya adalah manifestasi dari WajahNya itu.

Di dada orang yang terbakar api Cinta ini, sikapnya akan spontan dan Cinta adalah sesuatu yang muncul sendiri, ia tidak diajarkan, makanya Kanjeng Nabi menyatakan: Hai manusia lakukan apa yang bersuara di dhamirmu itu. Pada sisi yang lain beliau menyatakan juga: barangsiapa yang mengetahui akan dirinya maka ia akan mengetahui siapa Tuhannya itu. Kalau sudah sampai disini orang akan menjadi berani mencari "kesyahidan" hidupnya, dimana kesyahidan dalam Cinta adalah syahid yang lebih mulia, makanya manakala orang yang mati didalam keasyikan pelayanan itu matinya adalah "syahid".

Kemudian kita simak penyataan kekasih Allah itu: Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang hidupnya lebih bermanfaat bagi sesama manusia, atau sebaik manusia adalah yang lebih bermanfaat bagi sesama manusia, bahkan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah pekerjaan yang manakala diselesaikan bisa membikin orang lain senang, cintailah apa yang di bumi pasti yang dilangit akan mencintaimu....

Kawan-kawan, ketika aku menemui tukang ngamen di bus dan aku tanyakan untuk siapa, ternyata mereka menjawab: untuk dapur keluarga bisa ngibul itu, ketika aku tanyakan kepada sopir-sopir mereka menjawab: untuk anak-anaknya, ketika aku tanyakan kepada, kepada, kepada siapa saja mereka menjawab untuk keluarganya, untuk keluarganya, untuk keluarganya.

Aku menemukan Cinta dimana-mana, aku menyaksikan Cinta kapan saja, aku tidak melihat kejahatan, aku tidak melihat keburukan, aku tidak mendengar kata-kata jahat dan buruk, aku melihat semuanya baik-baik saja karena Dia menyatakan: tidak ada yang salah dalam dunia ciptaan ini, semua bertasbih. semua bertasbih, semua bertasbih, semua bertasbih...

Aku pandang dan aku dengar dan aku taat padaMu, Duh Gusti….


catatan : 

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel