BERHALA CINTA - karya K.H. Amin Budi Harjono


Sedulurku tercinta, aku menghabiskan sebagian besar hidupku untuk merenungkan dan mengenang ilmu dan kehadiran Tuhan--cahaya Ketauhidan. Berkelana tidak ke Mesir, ke Yaman, ke Mekah, ke Medinah, ke New York, ke Amsterdam, ke Berlin, ke Cina dan kemana-mana, tetapi aku latih merenungkan dan mengenang sekaligus merasakan ketauhidan itu dengan cara mendatangi kuburan-kuburan, untuk merasakan dan menghadirkan ilmu ketiadaan--bukan meminta sesuatu seperti yang banyak orang tuduhkan itu.

Aku tidak peduli siang apa malam, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, desa apa kota, gelap apa terang, sehat apa sakit, pahit apa manis, dipuji apa dihina, jauh apa dekat, berat apa ringan, sendiri apa berkawan dan seterusnya. Begitu banyak aku baca tulisan yang menakjubkan, mengungkapkan perkataan-perkataan yang indah dan memikat, wujudnya buku-buku serta kitab-kitab dari yang ringan sampai yang berat-berat. Aku tidak mau menyia-nyiakan waktu sedikit pun menikmati suguhan-suguhan Allah itu, termasuk menikmati buku-buku dan kitab-kitab agama lain, termasuk aliran-aliran apa saja.

Pada kesimpuanku, apa yang aku nikmati semua ini--tentu dengan susah payah--merupakan tadarrus kehidupan, dengan dasar bahwa tulisan apa saja itu bersumber dari dari bahasa kalbu, bukan di tempat manapun. Aku cari maknanya semua ini dalam kalbuku, aku selami setiap pertanyaan dan panggilan, aku ketuk pintu pada diriku tanpa mengabaikan bilangan pintu-pintu karena setiap keberadaan ini pintu menuju Tuhan, Allah swt.

Dasarnya sederhana namun sarat makna: Sesunguhnya--firman Tuhan--semua yang ada bertasbih kepadaNya. Kalau manusia memandang Tuhan masih dalam dataran wujud--entah kasar atau halus--maka sebenarnya ia langsung menjadi berhala. Namun dalam ranah Jalan Cinta, semua berhala itu adalah isyarat dan tanda yang menyingkap Tuhan dalam Cinta dan Kesatuan. Inilah prinsipku yang melandasi bahwa setiap ikat pinggang kependetaan adalah kesetiaan melayani umat manusia dan alam semesta.

Apa yang menjadi olok-olok manusia satu dengan yang lain--maaf, menurutku amat primitif--misalnya antara iman dan kekufuran, pujian dan hujatan itu pada Wujud, selalu abadi dan tetap, makanya apa yang orang bilang kemusyrikan dan Ketauhidan itu hanyalah Satu. Setiap orang muslim jangan merasa banggga dengan menghina keberadaan yang berbeda dalam keragaman semua ini, karena segala sesuatu yang berasal dari Wujud itu berubah dalam berbagai macam bentuk, maka satu dari keseluruhan bentuk tersebut berasal dari Ruh yang sama.

Setiap orang yang berbeda dengan diriku--orang ada yang bilang kafir itu--janganlah berkecil hati karena aku pandang: kegairahan hasrat mencari yang misteri itu--dibalik berhala sekalipun atau bayang-bayang suram yang pernah dilihat orang--kemudian mewujud dalam kepasrahan (bahasa arabnya Islam) itu lebih baik daripada orang yang bersimpuh di masjid tetapi membawa hawa sok suci itu.

Kalau orang mau melihat berhala yang abstrak ini dalam dirinya, maka ia akan merasa jijik pada prilakunya yang suka menghina-hina saudaranya itu--dalam kesatuan persaudaraan sesama makhluk Tuhan. Lebih sederhananya kalau orang menyembah berhala kongkrit saja sedemikian melahirkan ketundukan hati, kenapa orang yang merasa sok suci--menyembah bayang-bayang suram itu--melahirkan kepongahan yang bisa diklasifikasikan Kanjeng Nabi saw sebagai orang gila yang hahiki ini.

Aku sebut bayang-bayang suram karena siapapun yang membayangkan Tuhan secara demikian, ini menjelma menjadi berhala juga--secara abstrak--karena Dia tidak bisa di gambarkan dengan sesuatu (tan kinoyo opo-Jawa), Dia berada dibalik semua yang tergambarkan--kasarnya--Dia berada dibalik berhala ini semua....

Kawan-kawan, maafkanlah aku, atas kesederhaan pemikiranku, atas kebodohanku menangkap isyarat itu, atas kehinaanku yang rindu akan kesempurnaan adabNya, yang lemah atas keterseokan dalam perjalanan menujuNya, aku ngeri melihat pertentangan dan percekcokan itu, aku rindu akan Taman yang menghargai setiap ciptaanNya itu, bagiku Tuhan tanpa kesalahan, aku aksiomakan semua ini bagai akar dan cabang-cabangnya Iman, ini semua--maafkan aku--dari al-Qur'an itu: semua yang dicipta tidak ada kesia-siaan dan tidak ada kesalahan dalam ciptaan Tuhan....

Aku menangis dalam sunyi, atas kesaksian yang Indah ini....


catatan :

     K.H. Amin Budi Harjono dilahirkan di Desa Baturagung Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan pada tanggal 17 Mei 1962 dengan nama Budi Harjono sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Kedua orangtuanya – Bapak Sutikno dan Ibu Hj. Rukanah – hanya lulusan Madrasah Ibtidaiyah di desanya. Keluarga beliau merupakan keluarga yang sederhana yang hanya mengandalkan kehidupan dari hasil pertanian dan perdagangan.    Meskipun kedua orangtua Budi Harjono hanya lulusan madrasah ibtidaiyah dengan jumlah anak yang lumayan banyak serta ekonomi yang tergolong menengah ke bawah, masalah pendidikan anak-anak tetap menjadi prioritas utama di lingkungan keluarga. Bagi mereka (kedua orang tua Budi Harjono) tidak ada alasan untuk tidak memberikan yang terbaik bagi wawasan keilmuan anak-anak mereka. Hal itu dapat terlihat dari prestasi pendidikan yang diraih Budi Harjono dan saudara-saudara kandungnya. Dari keenam anak mereka, empat diantaranya berhasil meraih gelar sarjana dan hanya dua orang yang tidak mendapat gelar sarjana.1 Sejak kelas 2 Sekolah Dasar, Budi Harjono telah menjadi anak yatim karena ayahnya tercinta berpulang ke Rahmatullah. Semenjak itu pula Budi Harjono diasuh oleh kakeknya yang bernama Amin Dimyati2   Proses pendidikan Budi Harjono tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia pada umumnya. Diawali dari mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Baturagung Gubug pada tahun 1970 dan lulus tahun 1976 kemudian Budi Harjono melanjutkan pendidikannya pada tahun itu juga di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah Gubug dan lulus pada tahun 1980. Setelah lulus dari SMP Muhammadiyah, Budi Harjono melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Semarang dan lulus tahun 1983. Perjalanan pendidikan Budi Harjono berikutnya adalah di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang dijalaninya sejak tahun 1983 hingga 1990. Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan. Selain menimba ilmu di sekolah-sekolah formal, Budi Harjono juga memperdalam pengetahuannya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pendidikan berbasic agama tersebut diterimanya saat beliau belajar di Madrasah Diniyah (MD) dan Pondok Pesantren Sendangguwo. Menginjak remaja, ketika duduk di jenjang SMA, Budi Harjono mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dipercaya sebagai seksi bidang rohani Islam di lingkungan Organisasi Intra Siswa (OSIS) SMAN 2 Semarang, Budi Harjono memulai kreatifitas berfikirnya untuk kemajuan organisasi di samping tetap berkonsentrasi dalam pelajaran sekolah. Aktifitas keorganisasian tersebut berlanjut manakala beliau belajar di IAIN Walisongo-Semarang. Selama hampir 7 (tujuh) tahun mengenyam pendidikan tingkat tinggi, Budi Harjono tercatat aktif di lembaga-lembaga organisasi mahasiswa yang antara lain di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Teater Wadas, dan bahkan beliau juga sempat menjabat Sekretaris Senat pada masa kepemimpinan Athoillah Muslim. Hingga sekarang-pun Budi Harjono masih aktif berorganisasi, baik organisasi masyarakat – seperti aktif sebagai salah satu Ketua RW di lingkungan Meteseh, Tembalang, Semarang, Dewan Syuriah NU Kodia Semarang; organisasi sosial-pendidikan – beliau menjadi pendiri dan penasehat di 3 (tiga yayasan sosial-pendidikan); maupun organisasi politik – aktif di salah satu Partai Islam. Di samping memiliki segudang pengalaman organisasi, Budi Harjono juga memiliki prestasi yang tidak kalah banyaknya dengan aktifitas organisasinya. Sejak duduk di sekolah dasar Budi Harjono sudah menunjukkan bakatnya di bidang kesenian. Hal itu dibuktikan dengan meraih juara I (satu) lomba menyanyi tingkat sekolah dasar se-Kecamatan. Di tingkat SMA, beliau berhasil meraih juara I Pidato tingkat SMA  Beliau hidup bersama seorang isteri yang dinikahinya pada tahun 1989 dan telah dikaruniai 9 (sembilan) putra. Kesehariannya disibukkan dengan pengembangan dakwah melalui lembaga pendidikan, pengajian, serta kesenian.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel